Musim kemarau merupakan tantangan berat bagi peternak tradisional di wilayah Gunungkidul. Pada periode ini, ketersediaan pakan ternak, terutama rumput, mengalami penurunan drastis.
Ladang-ladang yang biasanya subur dan hijau berubah menjadi kering dan gersang. Bukit-bukit yang penuh dengan rerumputan mulai kehilangan hijaunya, menyisakan hamparan tanah yang tandus.
Keadaan ini membawa dampak signifikan pada para peternak yang mengandalkan rumput sebagai sumber utama pakan ternak mereka, seperti sapi dan kambing.
Pakan Ternak Menjadi Barang Langka
Salah satu peternak di Padukuhan Jati, Candirejo, Pak Sis, merasakan betul dampak kekeringan ini.
Untuk tetap dapat memberi makan sapinya, ia harus menempuh perjalanan sejauh 19 km ke pasar di Semanu, demi membeli batang tanaman jagung yang dijual dengan harga sepuluh ribu rupiah per ikat.
Hal ini tentu bukanlah pilihan yang murah atau praktis, namun menjadi satu-satunya alternatif yang dapat diambil untuk memastikan ternaknya tidak kekurangan pakan.
Banyak peternak lain yang menghadapi situasi serupa, seperti Pak Parno, yang memilih membeli daun ketela pohon dari petani lokal yang sedang panen ketela.
Bertahan dengan Pakan Alternatif
Setiap kali musim kemarau tiba, terutama pada bulan Agustus hingga September, para peternak sudah mempersiapkan diri menghadapi kenyataan bahwa persediaan rerumputan untuk ternak akan sangat terbatas.
Kondisi ini menyebabkan tekanan besar, terutama bagi peternak tradisional yang mengandalkan ladang mereka sebagai satu-satunya sumber pakan.
Keadaan seperti ini membuat banyak peternak harus berjuang lebih keras untuk mencari pakan alternatif.