Keterbatasan lahan pemakaman menjadi isu yang semakin mendesak di banyak wilayah, baik di perkotaan maupun di pedesaan.
Di perkotaan, lahan makam kian mahal, dengan harga yang bisa mencapai puluhan juta rupiah. Keterbatasan ini tidak hanya terjadi di kota-kota besar, tetapi juga mulai dirasakan di pedesaan.
Tanah Pekuburan Penuh
Padukuhan Jati di Candirejo, Semanu, Gunungkidul, menjadi salah satu contoh wilayah pedesaan yang menghadapi masalah ini.
Seiring waktu, tanah pekuburan di dusun tersebut semakin penuh, memaksa masyarakat untuk mencari solusi alternatif.
Di perkotaan, meski mahal, lahan pemakaman masih dapat diakses melalui pembayaran. Namun, di pedesaan seperti Padukuhan Jati, permasalahannya terletak pada lahan yang terbatas dan tata kelola pemakaman yang kurang teratur.
Banyak makam di pedesaan memiliki nisan besar atau bahkan dibangun dengan struktur beton yang memakan lebih banyak ruang.
Beberapa keluarga bahkan membangun bangunan mini di atas makam, yang semakin mempersempit lahan yang tersedia.
Ketika lahan pekuburan semakin penuh, masyarakat terpaksa memakamkan jenazah di bekas kuburan yang sudah ada, suatu praktik yang kurang ideal.
Di Padukuhan Jati, persoalan keterbatasan lahan makam memaksa warga untuk mencari alternatif lain. Sebagian penduduk memilih memakamkan jenazah di lahan pribadi atau di halaman belakang rumah yang masih luas.
Praktik ini, meskipun memberikan solusi sementara, menimbulkan tantangan lingkungan yang berpotensi mengganggu tata ruang wilayah pada masa mendatang.