Tradisi Rasulan di Padukuhan Jati adalah perayaan tahunan yang berlangsung setiap pertengahan tahun dan merupakan bagian integral dari kehidupan budaya masyarakat setempat di Candirejo, Semanu, Gunungkidul.
Perayaan ini menjadi waktu istimewa bagi warga, yang mayoritas adalah petani, untuk berkumpul dan merayakan hasil panen sambil menghadapi berbagai tantangan yang mereka hadapi.
Meskipun para petani di Padukuhan Jati mengalami kesulitan, seperti terjadinya antraks pada sapi dan ketergantungan pada musim penghujan, mereka tetap menjaga tradisi Rasulan sebagai bentuk syukur dan penghormatan.
Tanah pertanian yang tidak sesubur dulu, yang diolah dengan cara alami, menambah tantangan dalam setiap panen, tetapi tidak mengurangi semangat mereka untuk merayakan.
Perayaan dimulai dengan nyadaran ke makam Mbah Kyai Tengaran, sebuah upacara ziarah yang penting untuk mengenang jasa tokoh spiritual.
Orang yaang Nyadran terkadang pergi ke makam untuk berdoa, memohon berkah, dan menghubungkan diri dengan leluhur mereka.
Nyadaran ini bukan hanya ritual spiritual, tetapi juga merupakan nazar atas keberhasilan seseorang dan refleksi atau penghormatan kepada leluhur.
Setelah nyadaran, acara dilanjutkan dengan pertunjukan kesenian reog oleh kawula muda Jati. Reog adalah seni tradisional Jawa yang menampilkan tarian, musik, dan drama dengan cerita mitologis atau sejarah padukuhan Jati.
Pertunjukan ini tidak hanya menghibur, tetapi juga berfungsi untuk melestarikan budaya dan menyampaikan pesan moral kepada generasi muda.
Salah satu highlights dari perayaan ini adalah karnaval keliling padukuhan dengan memikul gunungan, yang dihias dengan makanan dan hasil panen.
Aktivitas ini melambangkan syukur dan harapan akan rezeki yang melimpah. Para peserta karnaval mengenakan pakaian adat Jawa, menambah keindahan dan keunikan suasana perayaan.