Lihat ke Halaman Asli

Menjelajah Pecinan di Kota Malang

Diperbarui: 7 Desember 2015   23:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kota malang dan Batu adalah destinasi utama liburan Di Jawa Timur. Waktu tanggal merah dan weekend, Malang menjadi "kawasan padat" terutama di tujuan utama liburan seperti Kota Batu dan Gunung Bromo. Nyaman? tentu tidak. Namun, Apa daya bagi sebagian orang liburan hanya bisa dilakukan di weekend dan tanggal merah. Buat kamu yang datang ke Malang untuk menikmati liburan yang sebenarnya dan bebas macet, saya berikan alternatif trip yang seru yaitu MENJELAJAH KAWASAN PECINAN MALANG.

Kalau kamu cinta dengan sejarah dan kota tua atau pemburu foto yang unik, cobalah trip ini.

Malang Punya Pecinan ya?

Pertanyaan ini pernah diajukan seorang teman yang pernah datang ke Malang. jawabannya , Punya Dong. Kawasan Pecinan hampir ada di seluruh dunia, maklum Bangsa China adalah Bangsa Pedagang yang berlayar dan merantau ke berbagai negara. Kalau di luar negeri seperti San Fransisco, kawasan Pecinan diperkuat kehadirannya dan dijadikan sebagai tujuan wisata budaya. Kalau di Indonesia fungsi Pecinan semakin kabur berganti menjadi kawasan perekonomian. Sebenarnya Pecinan di Malang, masih terasa hidup, namun sudah tidak terasa suasana orientalnya. Tidak ada hitungan feng shui dan ornamen berwarna merah khas warga Tionghoa. Namun, banyak juga bangunan tua yang masih berdiri kokok meskipun sudah terlihat usang dan tak terawat.

Untuk menikmati penjelajahan ke Pecinan saya biasanya mengajak teman saya untuk Naik Becak. Alasannya, biar gak capek dan juga berbagi rejeki dengan bapak tukang Becak. Tarif Naik Becak dari Toko Oen hingga berkeliling kawasan pecinan biasanya dipatok Rp 25,000. Kalau beruntung, kita bertemu dengan bapak becak yang sudah sepuh, biasanya mereka suka bercerita tentang sejarah kawasan tersebut.

Kamu Bisa Mampir ke beberapa Destinasi berikut :

1. Klenteng Eng Ang Kiong

Berada di tengah kota tepatnya di Jalan R.E. Martadinata 1 Malang, lokasi Kelenteng Eng An Kiong sangat strategis. Bangunan yang merupakan kelenteng Tri Dharma ini dipergunakan sebagai tempat ibadah bagi penganut agama Ji (Khonghucu), Too (Tao), dan Sik (Buddha). Eng An Kiong -yang merupakan sebutan suci bagi kelenteng ini- dapat diartikan sebagai Istana Keselamatan dalam Keabadian Tuhan. Konon, Kelenteng Eng An Kiong dibangun pada tahun 1825 (2564 tahun Imlek) atas prakarsa dari Liutenant Kwee Sam Hway (Yauw Ting Kong). Ia adalah keturunan ketujuh dari seorang jenderal di masa Dinasti Ming (1368-1644) di Tiongkok.

Pengurus Klenteng ini saya bilang cukup  welcome kepada semua orang yang berkunjung. Saya yang kebetulan berhijab sering datang ke sini untuk sekadar beli Rujak Cingur ( rujaknya enak banget ) yang berada di basement klenteng ataupun mengantar teman untuk berkeliling Klenteng dan mencoba Ciamsi. Setiap Hari Kamis diadakan latihan karawitan yang bisa diikuti oleh umum. Oh ya, Klenteng eng Ang Kiong juga membuak kursus untuk bahasa Mandarin.

2. Museum Bentoel

Museum ini berada di "petjinan cilik" atau yang lebih dikenal dengan Jalan Wiromargo. Museum ini dulunya adalah rumah tinggal pendiri rokok Bentoel, Ong Hok Liong. 

Museum ini mengisahkan perjalanan Ong dalam mengawali usaha rokoknya dan mengelolanya sampai berkembang pesat. Dari lukisan yang dipajang di dalam museum, tertulis dengan jelas bagaimana kronologi berdirinya rokok Bentoel ini. Tahun 1910, Ong Hok Liong mencoba rokok dengan merajang tembakau menggunakan pisau khusus, mengeringkannya dan membukus dengan menggunakan klobot jagung.

Ternyata inovasi baru yang ia ciptakan diterima dengan baik oleh masyarakat sekitar.Kemudian Ong Hok Liong membuat beberapa brandrokok hasil ciptaannya menjadi beberapa merek seperti Boeroeng, Kelabang, Kendang, Djeroek Manis, dan Toerki. Namun rokok-rokok tersebut tidak mampu bersaing dengan baik di pasar alias kurang laku. Akhirnya Ong Hok Liong mengganti merek rokoknya menjadi Bentoel setelah ia melakukan perjalanan spiritual ke makam Eyang Jugo di Gunung Kawi tahun 1935.

Saat itu, Ong bermimpi melihat penduduk setempat memikul bentoel, sejenis talas atau umbi dari tanaman keluarga Araceae. Nama ‘bentoel’ itulah yang akhirnya ia anggap sebagai wangsit yang diterimanya selama menjalankan ritual. Terbukti, setelah ia mengganti merek rokoknya menjadi bentoel, usahanya pun makin berkembang.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline