Sebentar Lagi Tahun Baru
DN Sarjana
"Sebentar lagi tahun baru." Kata Vivi sambil membersihkan alat- alat rumah tangga yang lama tersusun rapi di rak kayu. Rak setinggi lutut berisi sedikit ukiran, dijamannya sangat mewah. Terlihat Vivi sedang mengelap beberapa piring besar, teplon, dan satu set cangkir keramik warna putih berlukiskan bunga.
Anaknya Selena memperhatikan ibunya, sambil menikmati hidangan teh jahe yang dia buat untuk ibunya juga. Ketika Selena menghirup teh, Ia melihat ibunya duduk di sofa yang sudah kusut. Maklum sofa tersebut dibeli ayah saat dia berumur delapan tahun. Berarti sudah sepuluh tahun lalu. Lama Selena menatap ibunya. Terkesan ibunya tidak bergairah lagi saat ibu membersihkan gelas putih panjang. Maklum gelas itu kesukaan ayah Selena. Hampir setiap pagi gelas itu berisi teh hangat dan seiris jahe sebelum ayah berangkat mengajar di sekolah dasar.
"Ma, baiknya istirahat. Mari Lena yang ganti bersihin. Lena sudah selesai cuci pakaian. Lena juga sudah beres-beres di dapur," kata Selena untuk mengalihkan perhatian ibunya.
"Ee, maaf Selena. Ibu istirahat sebentar, sambil bersihin gelas ayahmu."
Sampai disitu, suara ibunya terdiam. Sorot matanya tampak berkaca-kaca. Selena tahu betapa ibu menahan perasahan dan air mata agar tidak keluar.
"Lena, sini duduk disamping ibu. Mungpung kakak belum datang dari kerja dan cucu ibu belum bangun."
Selena mendekati ibunya sambil membawakan cemilan pisang goreng kesukaan ibu. Selena kemudian duduk disamping ibunya.
"Lena, ranya selama Ibu masih hidup, tak mungkin ibu melupakan bagaimana ibu mendampingi perjalanan hidup ayahmu, suami ibu. Ini gelas ini. Perabotan lain di rak ini." Sampai di situ ibunya sudah tidak bisa menahan air matanya.
"Sudah bu. Minum dulu tehnya. Nih, Lena bikin pisang goreng. Pasti enak. Yuuk, nikmati dulu buk." Lena memegang tangan ibunya, sambil mengusap punggungnya.
Tak berselang lama, kembali Ibu Vivin bercerita tentang suaminya. Ibu Vivin panjang lebar mengatakan bahwa ayahnya Selena orang yang sangat baik. Penyayang, rajin, dan sangat sabar. Menghidupi tiga anak dengan menjadi guru sekolah dasar pastilah sangat susah. Sementara Ibu Vivin hanya seorang ibu rumah tangga.
Yang paling memilukan, hampir setiap pulang sekolah ayahnya ikut bekerja bersama buruh lainnya menggali pasir dipinggiran sungai.