Bercermin Dari Lomba Baca Puisi
Kesan pertama yang saya ucapkan dalam tulisan ini adalah "Luar biasa. Luar biasa." Decak kagum saya selaku ketua PGRI Kab.Tabanan ketika menonton lomba tadi.
Mutiara-mutiara itu sudah terlihat dari rahim pertiwi yang lama tertidur. Dan kami bangga dapat menggali, membangunkan mutiara itu.
Utusan siswa dan guru betul-betul menunjukan kelas sastrawan masa depan yang cemerlang walau baru batas membaca. Dengan membaca kalau itu terus dipupuk mereka sudah memiliki rasa, ritme, dan naluri sastra yang terpendam.
Apa kaitannya dengan literasi? Jujur saya tulis dalam kesempatan ini. Karena saya tidak memiliki kekuatan untuk membangunkan walau ajakan saya sampai berbuih-buih tidak mendapat tanggapan, saya terus menyerukan, mengajak, dan memberi contoh lewat tulisan, tetap saja kepedulian itu mati rasa.
Saya pernah menawarkan karya tulis jelek saya kepada pihak berkompeten, tetap saja pintu tertutup rapat, padahal saya ingin menggali mutiara literasi di tanah yang saya pijak.
Saya tidak putus asa. Saya melangkah dengan cara saya. Mencari sahabat yang mendengar, membimbing saya bersusastra, sehingga saya mampu melahirkan puluhan buku sebagai buah karya.
Dalam kesempatan ini, kepada para peserta lomba tadi saya mohon jangan berhenti. Galilah mutiara anda sampai kelihatan cemerlang. Hanya andalah menjadi pemantik utama. Bila diperlukan saya siap jadi relawan sebatas kemampuan saya, sesuai dengan dunia saya sebagai pendidik.
Selamat kepada semua peserta, selamat kepada pemenang pembaca puisi. Andalah seorang literat sejati. Bukan literat di atas kertas.