Undang - Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 secara jelas mengamanatkan pengujian peraturan perundang-undangan kepada Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi. "Judicial Restraint" yang diartikan dalam Bahasa Indonesia dan selanjutnya diartikan sebagai "pembatasan atau pengekangan hakim/pengadilan".
kewenangan Mahkamah Konstitusi diatur dalam Pasal 24C ayat (1) UUD NRI 1945. Dalam Pasal 24C ayat (1), Mahkamah Konstitusi berwenang menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar yang putusannya bersifat final. Sementara itu Kewenangan Mahkamah Agung tertuang dalam Pasal 24A ayat (1) UUD NRI 1945, menguji peraturan perundang-undangan terhadap undang - undang dan terhadap undang - undang.
Pemahaman kewenangan pengujian peraturan perundang-undangan dijelaskan dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 93/PUU-XV/2017. Dalam pertimbangan putusan a quo, kewenangan pengujian peraturan perundang-undangan baik di Mahkamah Agung maupun Mahkamah Konstitusi adalah sama. Kedua lembaga ini sama-sama menjalankan original jurisdiction atau kewenangan asli dari UUD NRI 1945.
Teori mengenai pembatasan yudisial (judicial restraint) pertama kali diperkenalkan oleh James B. Thayer dalam tulisannya "The Origin and Scope of the American Doctrine of Constitutional Law" (1893). Teori ini menggunakan pendekatan dengan menempatkan pengadilan agar membatasi atau menahan diri dalam membuat kebijakan yang menjadi ranah kewenangan legislator, eksekutif, dan pembentuk peraturan perundang-undangan lainnya.
Dalam praktiknya, judicial restraint sering dijumpaii dalam pertimbangan hukum putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang dipertegas dengan penjelasan bahwa dalam menjalankan kewenangan menguji Undang-undang terhadap Undang -- Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 berperan sebagai negative legislator, namun dalam perkembangannya seringkali Mahkamah Konstitusi dalam putusannya justru merumuskan kaedah norma hukum baru ataupun masuk kedalam ranah opened legal policy yang menjadi kewenangan legislatif, maka dari itulah judicial restraint kemudian mengemuka dan perlu juga diterapkan sebagai antitesa dari judicial activism.
Konsep judicial restraint dibebankan kepada lembaga kekuasaan kehakiman untuk menentukan persyaratan dan kebijakan dalam penerapannya pada kewenangan judicial review. Namun demikian, konsep judicial restraint perlu disesuaikan dengan konteks ketatanegaraan yang spesifik bila hendak menerapkan konsep judicial restraint.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H