[caption caption="Desa Tapak, Tugurejo memiliki potensi pengembangan ekowisata mangrove Kota Semarang (dokumentasi program ACCCRN)"][/caption]
Sudah cukup banyak daerah yang memanfaatkan potensi hutan mangrove untuk dikembangkan menjadi area wisata. Hutan mangrove sendiri adalah hutan bakau di lahan rawa payau yang dipengaruhi oleh pasang-surut air laut yang umum dijumpai di pantai teluk yang terlindung dari ombak besar atau di muara sungai di mana sedimentasi lumpur terbentuk. Hutan mangrove dengan semua keanekaragaman hayatinya terbukti menjadi salah satu bentuk respon nyata terhadap dampak perubahan iklim. Para peneliti ekologis sepakat bahwa hutan mangrove atau bakau berkontribusi sangat besar dalam menyerap karbon dioksida. Selain itu, hutan mangrove terbukti efektif mendukung proteksi pesisir.
Pada tanggal 26 September 2015, telah dilangsungkan kegiatan simulasi ekowisata hutan mangrove di daerah Tapak, Kelurahan Tugurejo, Kecamatan Tugu, Kota Semarang. Kegiatan ini diselenggarkaan oleh Pokdarwis (Kelompok Sadar Wisata) Bina Tapak Lestari yang didukung oleh Mercy Corps Indonesia melalui program ACCCRN dan MRED, serta pendampingan dari Yayasan Bintari. Banyak pihak yang menghadiri kegiatan ini, mulai dari perwakilan pemerintah seperti dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Semarang, Badan Lingkungan Hidup Kota Semarang, lalu pihak akademisi dari Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Pariwisata (STIEPARI), Universitas PGRI, serta pihak-pihak lain seperti perwakilan dari babinsa dan koramil setempat, forum kelompok pemandu wisata, juga rekan-rekan dari media massa.
Berkunjung ke lokasi wisata alam yang terletak di bagian barat Kota Semarang ini sebaiknya dilakukan di pagi hari. Terlambat agak siang sedikit, maka kita harus berhadapan dengan teriknya sengatan matahari. Dari area parkir kendaraan, para pengunjung akan dibawa menggunakan delman atau andhong untuk menuju area kedatangan lokasi ekowisata hutan mangrove tersebut. Di sana telah siap menunggu para penyambut tamu yang mengalungkan kain samir batik dengan keramahannya.
[caption caption="Pengunjung dibawa menggunakan delman untuk menuju area utama kawasan ekowisata mangrove di Tapak (dokumentasi program ACCCRN)"]
[/caption]
[caption caption="Penyambut tamu mengalungkan kain samir batik ke pengunjung (dokumentasi program ACCCRN)"]
[/caption]
Selanjutnya, para tamu diberi penjelasan singkat mengenai apa saja yang bisa dilihat di kawasan ekowisata hutan mangrove tersebut sambil disuguhi minuman dawet mangrove yang menyegarkan. Di lokasi ekowisata mangrove ini, para pengunjung banyak mendapat penjelasan dari pemandu mengenai jenis-jenis mangrove yang ada di area Tapak, Tugu tersebut. Sambil menyusuri jalan setapak, pemandu juga menjabarkan manfaat-manfaat mangrove dari masing-masing jenis yang terdapat dan dikembangkan di sana.
[caption caption="Kunjungan ekowisata diikuti oleh peserta dari berbagai usia (dokumentasi program ACCCRN)"]
[/caption]
[caption caption="Pemandu menjelaskan jenis-jenis mangrove yang ada di Desa Tapak, Tugurejo beserta pemanfaatannya selama ini (dokumentasi program ACCCRN)"]
[/caption]
Tidak hanya berjalan kaki, pengunjung juga diajak untuk menjelajahi hutan mangrove dengan menggunakan perahu yang membuat para pengunjung serasa menjadi petualang. Selain dihimbau menggunakan jaket pelampung yang disediakan, tersedia juga topi caping dari anyaman bambu agar tidak terlalu merasa kepanasan. Di sini pengunjung perlu berhati-hati saat menaiki perahu agar tidak tergelincir. Dengan menggunakan perahu tersebut, pengunjung dibawa ke daratan bernama Pulau Tirang yang hanya tersisa garis pantainya karena dampak kenaikan muka air laut. Di sana, para pengunjung diajak untuk menanam bibit mangrove sebagai upaya untuk meningkatkan perlindungan area pesisir Kota Semarang. “Menanam mangrove harus dengan kasih sayang supaya dia tumbuh dengan baik,” ujar Arifin, salah satu pemandu dari Pokdarwis setengah bercanda.
[caption caption="Jaket pelampung dan topi caping disiapkan oleh Pokdarwis untuk digunakan sebelum menaiki perahu (dokumentasi program ACCCRN)"]
[/caption]