Lihat ke Halaman Asli

Novita Sari

Aktif di dunia literasi, pergerakan dan pemberdayaan perempuan

Tarian Harimau Malam

Diperbarui: 9 Maret 2020   22:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setiap tanggal 9 Maret kita merayakan hari musik Nasional. Aku ingat ketika pertama kali Bang Pono mengajakku nonton konser sebuah perayaan hari musik di lapangan bandara lama Sultan Thaha. Dengan menggunakan motor Vespanya yang berwarna abu-abu, kami mengintari jalanan kota Jambi.

Semua tentang tukang mie ayam keliling di depan taman anggrek, penjual cilok di tugu keris Siginjai, hingga lapak baca di depan taman remaja yang menambah sederet alasan perjalanan romantis kami kala itu.

Suasana malam dan jalanan kota yang cukup ramai mengantarkan kami pada lokasi yang dituju. Tampak betul bulan dan bintang menyapa kami sambil tersenyum. Barangkali itu salah satu malam yang paling indah yang pernah kami berdua lalui.

"Dik, nanti jika kita sudah menikah, aku akan mengajakmu ke tempat yang lebih indah di kota ini" katanya sambil menyodorkan air mineral saat kami tiba di dekat parkiran.

"Tak usah kau berjanji, bang. Ini sudah cukup buatku" ucapku pelan sambil menghindari orang-orang yang lewat di samping kami.

"Dasar perempuan, berkata tidak tapi wajahnya tersenyum dan didalam hati berkata iya" sambungnya.

Aku terkesiap. Bang Pono seperti bisa membaca pikiranku dengan jelas. Perlahan ia pegang erat tangan kananku, kami berjalan gontai melewati keramaian di depan panggung utama. Konser itu berjalan meriah, orang-orang tampak asyik ikut bernyanyi, mengangkat tangan, serta bersenandung.

Aku dan Bang Pono juga tak jauh berbeda. Ketika artis ibukota itu mengajak penonton bernyanyi, kami juga ikut bernyanyi. Ia seperti menjagaku sepenuh hati, seperti adik, saudara perempuannya atau bahkan seperti ibunya sendiri.

Belum konser itu selesai, Bang Pono menjawilku. Ia ajak aku keluar dari kerumunan itu. Kami menepi di sebuah sudut yang cukup gelap. Ia menyuruhku untuk duduk di sebuah kursi plastik, lalu ia pergi dan kembali membawa satu wadah plastik  berisi kacang rebus. Kami menikmati kacang rebus dengan pemandangan konser yang makin bertambah gegap.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline