Lihat ke Halaman Asli

Erny Kusuma

Suka kuliner dan jalan-jalan, kemudian diurai dalam sebuah artikel.

Jujur Bunga Hidup yang Indah

Diperbarui: 31 Mei 2018   09:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dok.pribadi

Jujur Bunga Hidup yang Indah

Telat bangun. Waktu sahur sudah mepet.  Kurang 10 menit waktu imsyak. Dinda bergegas ke dapur menyusul bundanya.

"Bun, Dinda nggak mau sahur. Sudah imsyak, besok nggak puasa ya?", pinta Dinda pada bundanya.

Bundanya yang tengah mengambilkan nasi dan lauknya mengeryitkan dahi.

"Belum imsyak sayang. Ayo buruan," kata perempuan dengan garis wajah tegas.

Anak semata wayangnya dengan langkah tak semangat menerima uluran piring. Segera dimakan nasi dengan ceplok telur dan tempe goreng. Sesungguhnya dalam hati Dinda tak selera makan. Tiap hari tempe dan telur jadi santapannya.

Dinda seorang anak berumur dua belas tahun. Kelas 5 sekolah dasar. Menyandang predikat anak yatim sejak ayahnya meninggal karena kecelakaan maut. Sebuah truk tronton rem blong menabrak ayahnya yang berada persis di depan tronton. Dan sejak itu Dinda merasa kehidupannya berubah sejak kepergian ayahnya.

Bundanya hanyalah seorang ibu rumah tangga biasa. Ayah Dinda tak pernah mengijinkan istrinya untuk membantu menambah penghasilan. Menurut ayahnya, cukup dia saja yang mencari nafkah sebagai kepala rumah tangga. Ayah dinda berpegang pada prinsip, seorang istri bertugas menjaga anak dan pekerjaan rumah tangga.

Saat kepergian ayah Dinda yang mendadak membuat bundanya limbung. Sesaat seperti tak percaya bahwa suami yang dikasihinya pergi secepat itu tanpa ada pesan apapun. Itulah takdir dan bunda Dinda menyadari sepenuhnya.

"Din hayo diminum teh manisnya biar hangat. Sebentar lagi imsyak lho," pinta wanita separo baya. Dinda merasa perempuan didepannya ini agak berubah. Sejak ayahnya meninggalkan mereka berdua, wajah bundanya tak segar lagi. Demi kelangsungan hidup mereka, bundanya menerima  jasa mencuci dan setrika dari tetangga. 

" Bun, 2 hari lagi Dinda harus lunas bayar SPP lho", Dinda mendekati bundanya. Menatap wanita yang tampak tak berseri seperti saat ayahnya masih hidup. Lalu disampaikan, kalau terakhir masuk sekolah jumat dan sabtu pengambilan raport kenaikan kelas.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline