"Pengajaran tatap muka selama pandemi COVID-19"
Pandemi COVID-19 berdampak besar pada penyelenggaraan pendidikan di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Untuk mencegah penyebaran virus di kalangan siswa, guru, dan pendidik, kegiatan pembelajaran dilakukan secara online atau online dari jarak jauh. Menerapkan pembelajaran jarak jauh selama pandemi membantu memastikan proses belajar mengajar tetap berjalan. Namun, setahun kemudian, tidak jelas kapan epidemi ini akan berakhir.
Pada saat yang sama, tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di banyak negara di dunia, proses pembelajaran jarak jauh telah menimbulkan beberapa dampak negatif. Salah satunya adalah penurunan prestasi akademik.
Penelitian telah menemukan bahwa kegiatan pembelajaran pendidikan di tempat memiliki kinerja akademik yang lebih baik daripada pembelajaran berbasis jarak jauh.
Dampak lainnya adalah munculnya berbagai masalah sosial, seperti kekerasan dalam rumah tangga terhadap anak. Juga, sebagian besar siswa mengalami masalah selama pengajaran jarak jauh online.
Temuan dari studi pembelajaran jarak jauh selama pandemi 2021 yang dilakukan oleh Pusat Penelitian Kebijakan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Republik Indonesia menunjukkan bahwa kesulitan konsentrasi dan terbatasnya akses internet menjadi kendala terbesar dalam pengajaran jarak jauh.
Mengingat dampak negatif dari pembelajaran jarak jauh online, banyak orang tua dan siswa menunggu untuk melihat kapan pemerintah akan mengizinkan pembelajaran tatap muka berlangsung. Secara khusus, penerapan aturan kegiatan sosial darurat level 3, salah satunya memungkinkan pembatasan pelaksanaan proses pengajaran tatap muka.
Mengutip laporan dari merdeka.com , Presiden Joko Widodo mengatakan pada hari Kamis saat meninjau status vaksinasi siswa di Madien, Jawa Timur, bahwa ia akan mengizinkan kegiatan belajar di tempat pendidikan jika mereka divaksinasi. Menurut Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, sebanyak 63% sekolah di Indonesia mampu melakukan pembelajaran tatap muka secara terbatas, sementara hanya 26% yang mampu.
Sebagian besar tunduk pada izin pemerintah daerah. Masih banyak pemerintah daerah yang enggan mengeluarkan izin penyelenggaraan pengajaran tatap muka, padahal wilayahnya sudah level 3.
Fakta bahwa beberapa pemerintah daerah di Indonesia enggan mengizinkan pembelajaran tatap muka mungkin karena prinsip kehati-hatian. Lagi pula, kondisi bervariasi dari satu daerah ke daerah lain.
Pemerintah daerah harus memahami kapan pembelajaran tatap muka diperbolehkan di daerahnya. Mungkin pemerintah daerah enggan mengizinkan pembelajaran tatap muka, karena masih banyak siswa di daerah tersebut yang belum divaksinasi. Apapun alasannya, dengan pelaksanaan kegiatan sosial darurat turun dari level 4 ke level 3, pemerintah daerah perlu bekerja keras untuk segera mewujudkan pembelajaran tatap muka.