Berawal dari sejumlah tour yang ditawarkan Ira Lathief dalam rangka syukuran atas 15 tahun kariernya sebagai tour guide, saya akhirnya memilih rute ke Rumah Si Pitung.
Lokasinya yang menurut saya nun jauh di sana, yakni di kawasan Marunda, Jakarta Utara, akan lebih mudah ditemukan bila perginya beramai-ramai.
Dari Stasiun Tanjung Priok sebagai titik temu, saya dan teman-teman Kompasiana menaiki angkot yang sudah dikoordinasikan oleh Mbak Ira sebelumnya.
Sesampainya di sana, sebuah rumah panggung berwarna coklat kemerahan bertuliskan "Rumah Si Pitung" menyambut kami.
Terdapat 2 macam sudut pandang mengenai siapa Si Pitung ini. Di satu sisi, ia adalah pahlawan untuk orang-orang miskin yang banyak menentang kebijakan Belanda.
Di sisi lain, Si Pitung tak lebih daripada perampok dan pengacau, terutama di mata pemerintah kolonial Belanda.
Hidup di sekitar pertengahan abad ke-19, sebagian orang mengira bahwa Si Pitung hanyalah legenda seperti Malin Kundang dan Sangkuriang, termasuk saya. Padahal ia benar-benar pernah ada.
Si Pitung berasal dari Kampung Rawa Belong, Jakarta, dari pasangan Pinah dan Piung.
Dengan latar belakang pendidikan pondok pesantren Hadji Naipin, pada dasarnya ia sosok yang baik dan pandai mengaji.
Namun insiden yang dialami ayahnya, di mana uang hasil penjualan kambingnya dirampok oleh komplotan bandit Belanda dan Tionghoa, mengubah arah hidupnya.