Lihat ke Halaman Asli

Nyayu Fatimah Zahroh

TERVERIFIKASI

Everything starts from my eyes

Kebenaran Berita Seember Air Garam

Diperbarui: 13 September 2015   22:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ketika perwakilan DPD RI menyinggahi kami di Posko TMC (teknologi modifikasi cuaca) Supadio, Kalbar, langsung saja Bapak yang berbadan tambun ini menanyakan tentang kebenaran sebuah isu yang kini tengah menyebar di kalangan masyarakat terutama yang sedang dilanda bencana asap, kebakaran hutan dan lahan. Awalnya saya hanya senyam-senyum saja, ternyata isu tersebut tidak main-main. Rekan-rekan TMC kami yang berada di Jambi melaporkan isu tersebut, nyatanya banyak telepon dari berbagai media menanyakan kejelasan isu ini. Berikut kira-kira broadcast di medsos.

Tolong bantu saudara kita di Jambi. Di sana hanya tersisa 5%udara yang layak. Haya dengan langkah kecil. Darurat asap! Sediakan baskom air yang dicampur garam dan diletakan diluar, biarkan menguap, jam penguapan air yang baik adalah sekitar pukul 11 hingga 13, dengan semakin banyak uap air di udara akan semakin mempercepat kondensasi menjadi butir air pada suhu yang semakin dingin di udara. Dengan cara sederhana ini diharapkan hujan semakin cepat turun, semakin banyak warga yang melakukan ini dimasing-masing rumah ratusan ribu rumah akan menciptakan jutaan kubik uap air di udara. Lakukan ini satu rumah cukup satu ember air garam. Besok Sabtu tanggal 12 jam 10 pagi serempak. Mari kita sama-sama berusaha menghadapi kabut asap yang semakin parah ini. Mohon diteruskan. Terima Kasih. Salam Greenpeace Youth Indonesia.

Rekan-rekan saya dalam grup whatsapp pun bereaksi. Ternyata isu ini menyebar begitu cepat. Mari kita bermain logika untuk menemukan apakah berita tersebut masuk akal atau tidak. Berikut isi pernyataan Dr. Tri Handoko Seto seorang peneliti Meteorologi Tropis di Badan Penerapan dan Pengkajian Teknologi (BPPT) dan beberapa rekan-rekan lain di TMC.

  1. Jika kita berasumsi satu ember air yang sediakan oleh setiap rumah dengan volume kira-kira 10 liter air, maka jika seratus rumah melakukan hal tersebut, ada satu meter kubik air yang akan menguap. Itu pun jika semua air menguap. Apakah pernah kita mengisi satu ember penuh di jemur seharian lalu air dalam ember habis total. Hampir tidak mungkin. Butuh ratusan juta ember air untuk mendapatkan jutaan meter kubik di udara.
  2. Banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya hujan, selain penguapan, pola aingin, kelembaban udara, tekanan udara, dan masih banyak faktor-faktor yang mempengaruhi dalam skala yang lebih luas. Proses pembentukan awan pun beragam ada yang terbentuk karena orografis (dipaksa naik karena topografi seperti gunung), konveksi (pengangkatan massa udara), front, dan lain-lain. Tidak hanya sesimpel menguapkan air dalam ember.
  3. Jutaan ember tidak bisa dibandingkan dengan ember besar lautan yang mengisi sekitar 70% isi bumi. Meskipun musim kemarau, air laut tetap mengalami penguapan dan menjadi penyuplai massa udara yang besar.
  4. Garam sebagai inti kondensasi, tidak bisa disamakan dengan garam yang dilarutkan dalam air sebaskom. Garam-garam yang berada di atas laut berasal dari percikan ombak yang bertabrakan. Karena ukurannya yang sangat kecil sehingga mampu terbawa secara vertikal dan kemudian menjadi inti kondensasi (tempat menempelnya butir-butir air). Jika garam yang terlarut dalam sebaskom air mampu terbawa ke udara melalui proses penguapan, maka dari mana petani garam mendapatkan garamnya?

Tim TMC kami telah berusaha dan bekerja sebaik mungkin dengan memanfaatkan potensi awan dan cuaca yang ada untuk menghasilkan hujan di wilayah sekitar bencana asap, kebakaran hutan dan lahan. Dengan kegiatan ini, NaCl yang kami semai akan membantu awan-awan yang sedang tumbuh (awan cumulus) agar dapat menghasilkan hujan dan mengurangi dampak bencana tersebut.

Kepala Bidang kami sangat mengapresiasi atas partisipasi masyarakat yang begitu besar. Namun, lebih baik jika masyarakat (1) tidak membakar hutan dan lahan pada saat musim kemarau karena dampaknya bisa sangat besar. Tidak hanya api yang dapat membesar dan merambah kemana-mana, tetapi asap yang dihasilkan tidak dapat dikendalikan. (2) Jadilah pengawas kebakaran hutan dan lahan. Laporkan jika ada yang membakar hutan dan lahan. (3) Ikut aktif dalam gerakan pemadaman hutan dan lahan di wilayah sekitar. (4) dan yang terakhir adalah berdoa kepada Tuhan YME agar bencana ini cepat berakhir.

Ilustrasi (http://www.hdifoundation.org/)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline