Lihat ke Halaman Asli

Nyayu Fatimah Zahroh

TERVERIFIKASI

Everything starts from my eyes

Kesan Pertama Menggunakan Go-Jek

Diperbarui: 12 Agustus 2015   04:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi: Oik Yusuf/ Kompas.com

Gojek, Grab-bike, uber taxi, dan semacamnya kini sedang digandrungi masyarakat. Hal tersebut tentunya karena banyak kelebihan yang didapat dibanding dengan jenis angkutan konvensional lainnya. Teman-teman di media sosial pun membagikan kisah-kisahnya dengan menggunakan jasa angkutan yang kekinian ini. Daripada kekurangannya, mereka lebih banyak memuji-muji kelebihan dari jasa ini. Secara sekilas dan dari informasi-informasi yang saya dapatkan, selain transportasi, jasa ini juga merangkap sebagai kurir, bahkan bisa juga diminta beliin makanan atau shopping. Jadi ngga perlu panas-panas keluar kantor buat beli makan siang, atau hanya sekedar mengantarkan dokumen tertentu. Ongkosnya pun murah dan jelas karena berdasarkan jarak tempuh. Dan hebohnya lagi, selama bulan Ramadhan dan diperpanjang hingga 2 Agustus nanti, ongkos kemana saja dengan jarak kurang dari 25 km hanya 10 ribu. Wow. Tentunya jauh-jauh lebih murah dari ojek konvensional.

Inilah pengalaman saya. Pada percobaan pertama, sekali booking belum ada respon dari driver yang akan mengantarkan saya. Padahal dari aplikasi terlihat bahwa banyak ojek yang ada disekitar saya. Akhirnya setelah 10 menit kemudian saya batalkan karena memang sedang buru-buru. Lalu, pada hari yang sama, saya coba untuk booking lagi. Ternyata kali ini direspon dengan cepat. Dalam aplikasi, si driver berada tak jauh dari tempat saya berada dan hanya membutuhkan waktu 5 menit saja untuk sampai ke lokasi booking. Tak lama kemudian, ada nomor asing yang menelpon saya. Saya langsung berpikir kalau itu nomor Driver gojeknya. Oke saya angkat, ternyata langsung terputus. Saya pun bergegas untuk turun ke bawah dan menuju tempat bookingnya. Tak berapa lama si driver menelpon saya, dan ia pun langsung memutuskan kembali setelah saya angkat teleponnya. Setelah sampai di lokasi booking, si driver menelpon lagi untuk yang ketiga kali. Kali ini ada suaranya dan driver menanyakan lokasi saya tepatnya dimana. Langsung saja saya jawab. Tapi dari nada bicara sang driver kurang bersahabat.

Sempat saya membuka hape dan terdapat dua pesan. Ternyata dari driver. Karena saya buru-buru ke lokasi booking, saya belum sempat membuka bahkan membaca pesannya. Tak lama kemudian, si driver yang bernama AN sampai di lokasi. “Smsnya di bales dong mba!”. Lah saya langsung kaget, kenapa si driver jadi nyapnyap. Kemudian, setelah memberikan masker, penutup kepala dan helm, Driver langsung bilang, “Mau ke Thamrin City?”. “Bukan pak, tapi ke BPPT”. Langsung saja si supir meluncur. Karena saya tak tahu jalan Jakarta, percaya saja dengan si driver. Lalu setelah saya mengenal jalan dan tahu si driver salah jalan saya yakinkan lagi “bang, ke BPPT ya sebelah menara Thamrin”. Si driver pun diam mengangguk. Di depan Grand Indonesia, si abang ojeknya menanyakan kantornya dimana. Lalu saya bilang “ke kiri pak”. “Kalau ke kiri ngga boleh lewat mba”. Lah saya juga tahu. “Bisa lewat jalan belakang ko pak, dulu saya pernah pakai bajaj dari BPPT ke GI”. Saya tak yakin jalan pintas yang pernah saya lewati itu dimana saya pun sambil menunjuk jalan pintas yang searah menuju lokasi gedung BPPT. Lalu bukannya mencari tahu si abang ojek bilang “Jalan yang mana sih? Ngga ada jalan lain mba. Yaudah saya turunin di depan aja ya” Lah, kenapa ngga coba jalan yang saya tunjuk. Saya bilang bisa, dia keukeuh bilang ngga ada jalan. Karena sudah cape, saya pun pasrah diam, karena diburu waktu juga. Akhirnya saya pun diturunkan di bundaran HI dan terpaksa melanjutkan dengan naik metromini. Sampailah di kantor tercinta.

Pengalaman pertama menggunakan gojek pun dirasa kurang mengenakan bagi saya. Bukannya disambut ramah, si driver malah kesel gara-gara sms ngga dibales. Dan parahnya lagi, menurunkan penumpung bukan pada tempat tujuan adalah kesalahan fatal. Berarti tujuan kita menggunakan ojek tidak terealisasi. Maksud hati agar tidak turun naik angkutan berakali-kali, malah ujung-ujungnya naik metromini lagi. Si driver juga dengan mudahnya menurunkan penumpang di sembarang tempat. Sabar... sabar...

Untungnya dalam aplikasi Go-Jek kita leluasa memberikan penilaian kepada si driver beserta komentarnya. Meskipun saya tidak yakin apakah komentar akan ditanggapi oleh tim Gojek, namun saat saya memberikan opini di twitter @gojekindonesia, sang admin langsung merespon dan memberikan permohonan maaf atas ketidaknyamanannya dan juga menyampaikan terima kasihnya karena telah menggunakan jasa ini. Berarti Gojek memang memperhatikan kepuasan pelanggannya. Hm, kalau seperti ini setidaknya saya tidak sungkan untuk memesan Gojek lagi.

Ini referral code “543736024” buat yang pertama kali menggunakan jasa ini dan dapatkan ongkos 50 ribu.

Baca juga pro-kontra Go-Jek dalam Kompas.com




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline