Lihat ke Halaman Asli

Nyayu Fatimah Zahroh

TERVERIFIKASI

Everything starts from my eyes

Catatan Harian: KRL Hanya Sampai Bojong

Diperbarui: 18 Juni 2015   02:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

14090424981444379631

Pada jumat (15/8/14) jam 9 malam, seperti biasa aku pulang kantor. Biasanya pada jam 9 ke atas, suasana di stasiun sudah mulai sepi jika dibandingkan dengan 3 jam sebelumnya karena sebagian besar orang pulang kantor pada jam tersebut. Sebelum pulang kantor, aku sempat melihat sekilas status-status teman FB dan salah satunya menarik perhatian aku. Teman aku yang bernama Ozi, memposting foto yang memperlihatkan kondisi stasiun Bogor dimana aku akan pulang. Dalam gambar, terlihat bahwa rel kereta di Bogor tergenang oleh air hujan sehingga bentuk relnya sudah tidak terlihat lagi. Lalu, aku berkomentar di bawahnya “Kira-kira, masih ada ngga ya kolam ikannya pas malem2?” Setelah itu aku tidak ngecek lagi FB.

Dalam perjalanan pulang, terasa biasa saja. Tidak hujan, apalagi panas. Pokoknya tidak ada yang aneh. Aku pun harus transit 2 kali karena biasanya commuterline memperpendek jarak pada waktu malam hari dan lebih sedikit kereta yang jarak panjang. Misalnya kereta yang jaraknya panjang seperti Bogor-Jatinegara, dibagi-bagi menjadi Bogor-Depok, Depok Manggarai, Manggarai-Duri, dst. Walaupun masih tersedia beberapa CL jarak Jatinegara-Bogor. Lanjut ke pembicaraan...

Aku pun harus trasit ke Manggarai untuk mencapai stasiun Bogor. Ternyata, di stasiun manggarai peron 6, sudah banyak orang menunggu kereta menuju Bogor. Pikiran aku ya... mungkin ada kereta yang dibatalin jadi penumpangnya numpuk. Sambil baca buku, aku menunggu pengumuman operator kereta disana. “Kereta munuju stasiun Bogor, masih berada di Stasiun Kota” Yah... harus menunggu sekitar 30 menit nih. Pengumuman itu pun terus berulang. Hingga akhirnya diberangkatkan pada jam 10 malam. Keberadaan kereta menuju Bogor yang akan ke Manggarai terus dipantau lewat operator. Hingga pengumumannya berubah! “Kereta tidak sampai stasiun Bogor, hanya sampai stasiun Bojong Gede” Waduh?? Stasiun Bojong itu berjarak 2 stasiun dari stasiun Bogor. Yasudah lah, pikirku karena ada angkot yang langsung menuju Bogor, bahkan angkot berhenti dekat rumah.

[caption id="attachment_339767" align="aligncenter" width="490" caption="Suasana di Peron 6 Manggarai (dok. pribadi)"][/caption]

Jam 10:30, kereta pun tiba di stasiun Manggarai. Sebenarnya tidak terlalu penuh keretanya, walaupun harus berdiri. Aku lanjutkan perjalanan dengan membaca buku (dari pada bosen). Tiba-tiba ada Whatsapp dari kawan lama masuk ke hapeku, Andita. Ia menanyakan keberadaan aku. Kenapa? Ternyata ia melihat komentar yang ada di FB tentang rel kereta yang tergenang air. Dita memeberi tahu “Mgga ada angkot ma, harus jalan dulu. Jauh lagi”. Wah... Apakah bisa lebih parah lagi?

Kereta sempat terhenti lama di beberapa stasiun mulai dari stasiun depok hingga stasiun Bojong karena kereta harus bergantian keluar masuk stasiun Bojong yang hanya terdapat 2 rel saja. Kebingungan pun memenuhi kepala aku. Harus gimana ini? Aku lihat orang yang dalam kereta masih anteng-anteng aja. Sempat aku dengar obrolan ibu-ibu di gerbong kereta wanita, kalau mereka belum pernah turun di stasiun Bojong dan tak tahu harus bagaimana. Ibu-ibu disebelahnya pun bilang “Tenang aja, ada angkot yang langsung ke Bogor ko”.

Panik... panik... panik. Aku memang punya dua teman yang tinggal di Bojong dan kebetulan rumahnya hanya 10 menit dari stasiun jika mengunakan motor. Tapi, ini sudah jam 23:30, apakah mereka masih terjaga? Aku cek satu teman aku bernama Silvia di WA. “Silvi...”  Aku pandang terus ke layar HP, “typing...” ternyata ia masih bangun. Silvi sempat bingung karena tumben jam segini kirim WA. Tanpa basa-basi aku pun menceritakan kejadian yang sedang berlangsung dan meminta tumpangan semalam. Silvi yang baik hati pun tak keberatan. Silvi juga menawarkan jemputan. Aku pun mengiyakan karena belum pernah ke rumahnya.

Waktu aku tengok ke jendela, ternyata hujan deras mulai dari depok. Wah kasian silvi. Meskipun aku tahu, dia jagoan motor. Tetap saja aku ada rasa tak enak hati harus memaksanya keluar rumah tengah malam dan hujan lebat. Semoga Allah membalas kebaikannya.

Setelah sampai Stasiun Bojong, kereta berhenti, lalu kedua sisi pintu dibuka, dan hujan deras pun menyambut. Semua orang berlarian keluar mencari tempat berteduh. Aku pun memauka payung. Di peron dan pintu depan stasiun sudah penuh dengan orang yang sedang berteduh. Tidak tahu mereka mau berangkat ke arah jakarta, menunggu jemputan, atau tak tahu harus kemana. Aku pun melanjutkan berjalan, tak tahu arah kemana saking banyaknya orang. Sesampainya dimuka pintu utama, aku mencoba berjalan ke arah kiri sambil menunggu jemputan teman. Berdiri dibawah payung dengan hujan yang masih mencoba membasahi bumi.

Di tengah penungguan, aku melihat ada seorang gadis seumuran yang terlihat bingung. Ia sempat menanyakan bagaimana cara untuk ke Bogor. Jujur saja aku katakan kalau aku belum pernah juga turun di stasiun Bojong. Aku juga menjelaskan kalau aku harus menumpang di rumah teman disekiaran sini. Terlihat wanita cantik berkerudung pink itu menatap jauh dan kosong, tiba-tiba aku melihat disudut matanya ada air mata. Ia menangis. Tak tahu apa yang harus aku lakukan. Ingin rasanya mengajaknya untuk ikut ke rumah teman. Tetapi, bagaimana? Bahkan aku saja tak mengenalnya. Bagaimana kalau.....??? Beribu pertanyaan pun muncul. Akhirnya gadis itu menanyakan sesuatu ke bapak yang sedang duduk terdiam diatas motornya. Tak tahu apa yang ia tanyakan.

Kembali lagi aku lihat WA. Apakah ada pesan dari Silvi. Sudah 15 menit aku menunggu. Tiba-tiba Silvi pun mengirimkan pesan. Ia memberikan petunjuk jalan karena motornya tidak bisa masuk ke stasiun karena macet. Aku pun mengiyakan dan mengikuti petunjuknya. Jalan sekitar 200 meter di tengah guyuran hujan. Hingga akhirnya bertemu Silvi dengan balutan jas hujan. Silvi pun menyodorkan jas hujan cadangannya ke aku. Setelah selesai menggunakan jas hujan, langsung saja kita berangkat ke rumah silvi. Benar-benar hujan deras.

Banyak mobil dan motor lalu lalang bahkan kita harus menerobos banjir dengan motor. Sudah tidak ketahuan lagi mana lubang dan jalanan. Kita pun hampir terjatuh gara-gara ada lubang yang tergenang air dan tidak ketahuan. 10 menit kemudian kita sampai rumah Silvi. Ibunya yang baik hati pun menyambut ku. Sempat ku ucapkan maaf dan terima kasih telah memberikan tumpangan. Bahkan Ibu Silvi telah mempersiapkan semuanya dan membuat aku nyaman (kayak di hotel. Hehe. Maaf merepotkan ). Huah... hari yang panjang.

Tak terbayang olehku bagaimana jika tidak punya teman-teman yang peduli sama aku. Mulai dari Ozi yang update status di FB, Andita yang sengaja WA hanya untuk menginfokan, dan Silvi yang sudah mau malam-malam keluar di tengah hujan deras untuk menjemputku. Terima Kasih Kawan, Semoga Allah membalas kebaikan kalian. Aamiin

Catatan: Keesokan harinya aku baru tahu kalau ternyata ada longsor di jalur Cilebut-Bojong dan jalur kereta hanya menggunakan satu jalur saja. Karena jalur yang satunya masih rawan longsor. Sehingga kereta yang menuju atau meninggalkan stasiun Bojong harus bergantian. Salah satu teman ku yang juga pulang malam (hanya saja ia sampai Bojong jam 9) mengatakan bahwa ia harus berjalan selama satu jam untuk mendapatkan angkot menuju Bogor dan harus menerobos banjir selutut di tengah perjalanan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline