“Hampir setiap sore hujan melulu... udah masuk musim hujan ya?”
Mungkin itu pertanyaan setiap orang terhadap fenomena cuaca akhir-akhir ini. Hujan bisa menandakan datangnya musim basah (hujan) atau bisa juga hanya hujan biasa yang terjadi di musim kemarau. Lalu apa bedanya?
Kalau hujan biasa, terjadi karena suatu proses siklus air. Di mana hujan dihasilkan dari proses evapotraspirasi (evaporasi, traspirasi) atau penguapan dari badan air dan tanaman, kemudian berkondensasi sehingga terbentuklah awan sebagai sumber hujan. Biasanya hujan ini terjadi pada sore atau malam hari, karena proses pembentukan awan terjadi di pagi dan siang hari ketika matahari telah terbit.
Lalu apa bedanya dengan hujan di musim basah? Bedanya adalah hujan di musim basah bisa terjadi pagi hari atau bahkan bisa seharian hujan terus. Faktor yang mempengaruhinya tentunya adalah faktor-faktor iklim. Bahang yang dihasilkan gerak semu matahari mampu membentuk sabuk massa air (awan) dalam jumlah besar yang mengikuti gerak semu matahari ke utara dan selatan disebut Intertropical Convergence Zone (ITCZ). Ada lag antara gerak semu matahari dan ITCZ, sehingga kalau bulan-bulan lalu kita kepanasan, dapat diprediksi beberapa bulan kemudian sudah masuk musim hujan (lihat artikel Ini Penyebab Kemarin Suhu Udara Panas). Massa air ITCZ itulah yang akan turun ke permukaan bumi dalam bentuk hujan.
[caption id="attachment_374488" align="aligncenter" width="560" caption="Sabuk ITCZ yang mengikuti gerak semu matahari ke utara dan selatan (sumber gambar: wikipedia.org)"][/caption]
Kalau diperhatikan, musim basah itu memiliki frekuensi hujan yang bertahap. maksudnya?... Misal mula-mula hujan seminggu sekali di sore hari, lalu semakin sering. Kemudian hujan mulai turun di siang hari. Dan puncaknya bisa hujan sepanjang hari. Nah, berarti kita sedang berada di musim hujan.
Setiap sudut Indonesia memiliki pola hujan yang berbeda
Jangan kaget kalau di Jawa sedang puncaknya musim hujan, tapi di beberapa wilayah Papua justru sedang kering-keringnya. Atau ketika Kalimantan bagian utara sudah masuk musim basah tetapi Kalimantan sebelah selatan masih mengalami musim kemarau. Inilah uniknya Indonesia.
[caption id="" align="aligncenter" width="586" caption="Peta pola curah hujan Indonesia (BMKG)"]
[/caption]
Setiap bagian wilayah Indonesia memiliki pola curah hujan yang berbeda-beda, setidaknya dibedakan menjadi tiga macam pola; (1) pola monsunal, (2) pola ekuatorial, dan (3) pola lokal. Pada pola monsunal, puncak musim hujan berada akhir hingga awal tahun. Cakupan wilayahnya adalah seluruh pulau Jawa, Sumatera bagian timur, Kalimantan bagian Selatan, dan beberapa wilayah di Indonesia bagian Timur.Pada pola ekuatorial, terdapat 2 puncak curah hujan terpisah dalam satu tahun. Pola ini mencakup Kalimantan bagian utara, Sumatera bagian barat, dan beberapa bagian di wilayah Indonesia bagian timur. Sedangkan pola lokal memiliki pola yang lain dan berbeda dengan pola ekuatorial dan monsunal serta sebagian besar berada di wilayah Indonesia Bagian Timur.
Kondisi geografislah yang membuat berbedaan pola curah hujan di Indonesia. Nah, kalau dipikir-pikir, bisa diambil keuntungan dari keberagaman cuaca ini terutama dalam produksi pangan. Misalnya ketika curah hujan melimpah di suatu wilayah, hasil produksi tanamnya bisa didistribusikan ke wilayah yang sedang mengalami kemarau. Dst... Pola curah hujan ini juga sering digunakan petani dalam menentukan awal musim tanam atau dalam kearifan lokal disebut pranata mangsa.
Awas banjir datang!
Kalau sudah memasuki musim basah, siap-siap saja dengan banjir yang akan datang. Kenapa setiap musim hujan selalu banjir? Walaupun sebenarnya banjir adalah bencana alam, dengan kata lain bukan kehendak kita. Tapi saat ini, banjir mungkin tidak melulu “bukan salah kita”, justru manusialah yang memperparahnya.
Silahkan tanya sama orangtua kita dulu atau kalau masih ada nenek, kakek, uyut, dan sesepuh lainnya tentang perbedaan kondisi cuaca. Jelas sekali, kondisi cuaca semakin parah. Baru sedikit dikasih musim kemarau sudah kekeringan, dikasih hujan sedikit sudah kebanjiran. Salah satu faktornya adalah perubahan tutupan lahan. Perubahan tutupan dari tanah (terdapat vegetasi) menjadi bangunan membuat air hujan yang seharusnya diserap 90%, menjadi 90% air hujan dilimpaskan (atau hanya kurang dari 10% diserap). Wajar saja kalau dikasih sedikit musim kemarau air sumur langsung kering, karena air hujan yang terserap hanya sedikit dan tidak tersimpan dalam tanah hingga air bumi. Dan kalau musim basah, air hujan langsung mengalir begitu saja tanpa diserap dan langsung memenuhi badan air dan meluap, kemudian banjir.
Inilah saatnya kita menjaga keseimbangan agar kita tidak memperparah bencana alam. Sebenarnya, teknologi-teknologi tentang mencegah banjir, managemen air, dsb sudah banyak dikembangkan oleh peneliti Indonesia, hanya saja belum dipergunakan sebaik-baiknya. Contohnya adalah teknik biopori yang dikembangkan Dr. Kamir Brata dari Institut Bogor untuk mencegah terjadinya banjir. Dan masih banyak penelitian lainnya tentang kekeringan dan banjir yang telah dilakukan oleh mahasiswa-mahasiswa Indonesia. Namun, masih banyak penelitian yang terlupakan atau dikenal sesaat oleh masyarakat dan dihiraukan oleh pemerintah.
Beli payung sebelum musim hujan
Kalau sudah musim hujan, pusing deh nyariin payung yang udah ngga tau di mana. Terpaksa deh harus beli. Penting loh payung itu dan tak jarang membuat aktivitas kita terhambat gara-gara hujan. Bukannya mau jualan payung, hanya mengingatkan saja. Dan jangan lupa beli jas hujan untuk yang beraktivitas dengan menggunakan kendaraan motor.
Badan kita pun perlu menggunakan jaket agar baju tidak basah. Karena kalau sudah basah, jadi repot dan lama keringnya. Bisa juga mengganti sepatu kita dengan sandal jepit atau lebih enaknya lagi sepatu boot agar sepatu yang kita punya tidak basah, tidak bau, dan tidak gampang rusak. Sepatu anda bisa dimasukkan ke tas agar tidak basah. Dan satu lagi, bungkus tas anda dengan cover bag yang antiair, fungsinya agar air tidak mudah masuk ke dalam tas dan tidak merusak barang-barang penting anda di dalam tas.
Selamat datang musim hujaaaannn!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H