Lihat ke Halaman Asli

Mariya Luthfiana

Penggiat Literasi, Pengamat dan Aktivis Pendidikan

Lukas Enembe Mencoreng Wajah Papua

Diperbarui: 24 Oktober 2022   13:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber foto: Kompas.com

Sejak ditetapkan menjadi tersangka, Lukas Enembe belum jua memenuhi panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Padahal tokoh adat, agama, pemuda hingga masyarakat biasa telah mendesaknya agar memenuhi panggilan komisi rusuah tersebut. Mereka menyebut Lukas Enembe telah mencoreng "wajah" Papua.

Bukan tanpa alasan, beberapa kali Enembe mangkir dari pemeriksaan KPK. Ada upaya Enembe berkelit di belakang kondisi kesehatannya yang memburuk. Yang lebih parah, dia mencoba memobilisasi massa berdemonstrasi menolak pemanggilan KPK. Jika tidak merasa bersalah, kenapa juga Enembe harus takut diperiksa oleh KPK. Demikian salah satu tokoh Papua mengatakan.

Siapapun memiliki kedudukan yang sama di depan hukum. Equality before the law. Termasuk Enembe juga. Kasus korupsi yang merugikan uang negara 562 miliar rupiah tersebut ditengarai digunakannya untuk bersenang-senang. Uang negara yang diperuntukan untuk meningkatkan kesejahteraan warga Papua, dihabiskan hanya untuk bermain kasino di Singapura.

Enembe memang kelewatan. Pantas Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam), Mahfud MD merasa geram dengan tindakan korupsi Enembe. Mahfud menyatakan bahwa Papua tidak jadi apa-apa di masa Enembe. Pernyataan Mahfud MD bukan tanpa alasan. Papua menjadi salah satu provinsi miskin di antara seluruh provinsi di Indonesia. Masyarakatnya berada di garis kemiskinan yang sangat ekstrem.

Kinerja Enembe berbanding terbalik dengan upaya pemerataan yang dilakukan pemerintah Pusat. Pemerintah Jokowi memiliki komitmen kuat membangun Indonesia Sentris. Deputi V Bidang Politik, Keamanan, dan HAM Kantor Staf Presiden (KSP), Jaleswari Pramodhawardani menyatakan bahwa Presiden Jokowi ingin menggagas terciptanya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dan hal itu dimulai dari Papua.

"Karena itu, Inpres Percepatan Pembangunan Kesejahteraan Papua dan Papua Barat Presiden terbitkan bukan sekedar komitmen 15 kali saja tetapi itu diteruskan dengan terbitnya regulasi-regulasi dan itu ada di RPJMN," jelas Jaleswari dalam sebuah wawancara.

Komitmen Presiden Jokowi membangun Papua memang tidak diragukan lagi. Infrastruktur jalan penghubung antar distrik, pembangunan Pusat Aktivitas Kreatif bagi milenial Papua, Papua Football Academic---sebuah program---mencari tunas-tunas Boaz Salossa baru, hingga pelaksanaan PON dan Papernas di Papua menjadi penanda kebangkitan Papua.

Namun sayang, kasus korupsi Enembe menodai kebangkitan Papua tersebut. Enembe menjadi malapetakan bagi pembangunan Papua. Atas dasar itu pulalah, sejumlah tokoh Papua mendorong agar Papua memiliki penjabat (PJ) Gubernur. Kasus korupsi Enembe menjadi penghalang pelayanan optimal pemerintahan bagi masyarakat dan pembangunan di Papua.

Enembe mesti memiliki jiwa negarawan untuk mundur dari jabatannya itu. Jangan sampai pelayanan dan pembangunan bagi warga Papua yang harus dikorbankan. Sikap ksatria memenuhi panggilan KPK adalah harapan masyarakat Indonesia umumnya, warga Papua khususnya agar kasus ini tidak berlarut-larut. Sudahi semua polemik agar warga sipil tidak berjatuhan.

Enembe harus belajar kepada sosok Gusdur, Presiden ke-4 RI. Secara jantan dan ksatria melepaskan atribut kekuasaan. Padahal ada jutaan orang siap membelanya sampai mati hendak merangsak bergerak ke ibukota. Namun, Gusdur dengan santai berseloroh,"Tidak ada jabatan yang harus dibela mati-matian." Walhasil Gusdur berhasil menyelamatkan jutaan jiwa sekaligus mempertahankan keutuhan bangsa.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline