Kami pertama bertemu enam tahun yang lalu untuk traveling jelajah Jawa Timur dengan tujuan wisata Bromo, rafting di Pekalen, Pulau Sempu, dan Songgoriti Malang, sejak itu kami jadi kumpulan sahabat tidak terpisahkan, walaupun kami terbagi dari beberapa kota, Surabaya, Jakarta, Bandung, Serang, Jogjakarta. Dari pertemuan itu menjadi menggurita, satu sama lain bertambah jumlahnya, ada yang karena pernikahan, juga mengajak teman yang lain.
Reuni kami biasanya karena memang ada rencana traveling bareng atau ada diantara kita yang memasuki gerbang pernikahan. Setelah pernikahan saya dan suami tahun kemarin, tahun ini salahsatu sahabat saya menikah yang bertempat di Cirebon. Kamipun berencana bereuni sekalian ke undangan pernikahan sahabat dan tidak lupa untuk jelajah wisata serta kuliner di Cirebon.
kita dan beberapa sahabat berangkat dari Jakarta, perjalanan Jakarta – Cirebon kurang lebih menghabiskan 3 jam, tol CIPALI ( Cikampek Palimanan) cukup membuat jarak Jakarta – Cirebon lebih singkat, walaupun kita harus mengorbankan pemandangan pinggi-pinggir kota seperti daerah Cikopo, Indramayu, Jatibarang, Majalengka. Beberapa pembangunan jalan tol di Pulau Jawa membuat menurunnya gairah ekonomi disepanjang jalan protokol, karena banyak dari kami yang memilih kecepatan waktu. Kami hanya bisa berdoa semoga Tuhan memberi rejeki yang lebih melimpah dari periuk yang lain.
Sampai Cirebon hari sudah cukup malam, kami berkumpul di hotel untuk melepas kangen, perut yang mulai memanggil untuk diisi asupan. Selagi bertravel ria kami pasti mencari kuliner khas daerah yang dikunjungi, untuk makan malam pertama di Cirebon kami pilih nasi Jamblang Mang Dul Jalan Dr. Cipto Mangunkusumo No. 4, nasi jamblang adalah nasi yang dibungkus daun jati dengan menu pelengkap kita bebas memilih, diantaranya sayur tahu kecap, cumi hitam, daging semur, telur balado, paru, tempe dan tahu goreng tidak lupa sambalnya yang unik yaitu irisan cabe merah besar, sambal yang pedasnya tidak mengigit ini cukup menolong bagi kaum yang tidak suka pedas cadas. Kami makan sambil berceloteh ria soal perjalanan dari kota masing-masing, tukar informasi yang selama ini hanya didapat dari percakapan dunia maya. Setelah makan malam selesai kami bersiap untuk pulang kehotel, saya dan suami memilih naik becak, di Cirebon becak merupakan alat transportasi yang mudah ditemui, ditiap perempatan dan didepan hotel serta penginapan para abang becak siap mengantar penumpangnya ke tempat yang dituju dengan jarak tertentu.
Malam itu kita menikmati Cirebon diatas becak, becak dengan jok penumpang agak lebih kecil dibanding becak yang didaerah Bandung, becak di Cirebon lebih mirip becak di Jogja. Angin semilir berhembus, Cirebon merupakan daerah yang bersingguhan langsung dengan pantai utara, disini pula terdapat ‘Pelabuhan Cirebon’ yang merupakan gerbang ekonomi Jawa Barat. Menurut sejarah Pelabuhan Cirebon dibangun pada masa pemerintahan kolonial Belanda, bisa dilihat dari bangunan-bangunan yang unik nan cantik disekitar pelabuhan.
Sampai hotel masing-masing memilih untuk istirahat, karena besok sepertinya sepanjang hari akan dihabiskan untuk acara nikahan dan keliling kota. Saya dan suami memilih guest house yang didapat dari pencarian melalui dunia maya. Oleh karena itu dengan Smartfren 4G LTE Advanced semuanya jadi mudah,untuk informasi lengkap bisa buka www.smartfren.com/4g, mencari penginapan sesuai budget yang kita punya, mencari tempat makan, mencari tempat wisata yang kita tuju, bahkan jalan yang harus kita lalui, segala kebutuhan bisa dipenuhi dengan memainkan jari.
Guest house yang cukup asri dengan beberapa ornamen berwarna oranye, warna kegemaran saya, pilihan kamar standard bertempat tidur king size, televisi layar datar dengan saluran berbayar, pemanas air,air mineral 2 botol sedang, teh celup, kopi dalam kemasan,juga kamar mandinya menyediakan air panas dan dingin lengkap dengan handuknya, harga 250K permalam cukup memuaskan. Lokasi tidak jauh dari pusat kota. Saat pagi datang petugas hotel menghubungi kami bahwa sarapan siap diantar ke kamar, ketika sarapan datang dengan menu nasi putih, tempe, tahu, ayam goreng, sambal, lalapan serta sayur asem, dengan rasa yang juara, menu tersebut adalah kegemaran kita berdua. Mandi sudah, perut sudah terisi, dandan sudah, kita bersiap menghadiri pernikahan sahabat yang bertempat di Masjid RayaAt-Taqwa Cirebon, lokasinya tidak begitu jauh daru guest house, kita putuskan kembali untuk naik becak ke tempat acara.
Masjid Raya At-Taqwa Cirebon termasuk masjid tua di Cirebon yang dulu bernama Tajug Agung, dibangun tahun 1918. Sekarang masjid ini sudah di renovasi menjadi bangunan megah, dengan menara yang akan kelihatan sangat cantik pada malam hari karena sorot lampu,ruangan yang luas dan banyak ventilasi menjadikan sejuk saat kami didalam. Masjid bisa menjadi destinasi wisata juga, selain untuk beribadah, kita bisa menikmati suasana alun-alun kota Cirebon yang berada didepannya, juga terdapat kantin dengan beberapa pilihan menu, menurut teman yang sempat ke kantin katanya dikantin tersebut ada kopi yang di giling ditempat, kita tinggal milih mau kasar atau lembut dan kelezatan kopinya tidak kalah dengan kedai-kedai kopi modern. Sayang saya tidak sempat mencicipi karena sibuk dengan menu kondangan.
Setengah hari dihabiskan di acara nikahan sahabat, kini waktunya kembali ke hotel lalu ganti kostum dan siap menjelajah tempat wisata lainnya. Setelah ganti kostum ala turis kami putuskan untuk menjelajah sekitar Keraton Kasepuhan dimulai dengan Masjid Agung Sang Cipta Rasa masjid ini dibangun oleh Sunan Gunung Jati dengan arsitek Sunan Kalijaga, yang terdapat sumur sebagai sumber air buat wudhu para wali dan pengikutnya. Ruang dalamnya saat kita masuk lewat pintu kecil, menandakan kita harus menunduk dan hormat. Bangunan yang keren, pasak-pasak yang kokoh, jejeran mic untuk tujuh muadzin yang hanya dikumandangkan saat adzan sholat jumat, kubah masih asli, ada dua kerangka besi, ini mengingatkan akan Masjid Gedhe Keraton Jogja, yang biasanya tempat raja sholat, begitupun di masjid ini, yang depan untuk sultan dari Kasepuhan, yang belakang untuk sultan dari Kanoman. Tradisi strata terlihat dari sini. Pintu untuk masuk masjid bangun asli ada sembilan pintu untuk sebagai tanda sembilan wali, juga diluar masjid ada tiang penyangga atau pilar yang terbuat dari potongan-potongan kayu yang diikat oleh besi, konon katanya ini dibuat oleh Sunan Kalijaga. Setelah berkeliling, berfoto dan sempat melihat pilar masjid dari potongan kayu yang diikat katanya itu buatan Sunan Kalijaga. Wisata sejarah dilanjutkan ke Keraton Kasepuhan Cirebon yang jaraknya hanya 100 meter.
[caption caption="Kereta Singa Barong"]
[/caption]
Masuk ke area keraton sudah menggunakan tiket modern yaitu yang berbarcode, ada sensornya, masuk satu persatu lewat pintu yang akan terbuka apabila tiket ditempelkan dibantu petugas jaga, seperti kita naik bussway. Sang pemandu wisata keraton sudah siap, seorang bapak, dengan beskap lengkap, warna batik dasar hitam dengan goresan hijau. Dimulai dari gerbang, diterangkan fungsi masing-masing tempat dan makna yang tersirat juga tersurat. Melongok kedalam keraton untuk kebersihan lumayan terjaga, tapi digerbang keraton sungainya kotor, sedikit berbau, serta sampah bertebaran, memang susah dibawa hidup bersih, padahal tempat ibadah yang sangat menjunjung kebersihan tidak jauh dari tempat tersebut.