Lihat ke Halaman Asli

Nur Dini

Find me on instagram or shopee @nvrdini

Budaya Komplain

Diperbarui: 14 Agustus 2019   07:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Hallo,
Akhir-akhir ini saya sering mendengar orang di sekitar saya banyak mengeluh.  Sebenarnya saya juga ngeluh, tapi cuma dibatin, tidak terdengar masyarakat luas.  Kalau orang di sekitar saya mengeluh dalam curhatan cantik, membuat saya harus mendengarnya, dan menjadikan dunia saya terasa makin rumit.  

Jadi ceritanya orang yang mengeluh ini adalah teman kerja saya.  Dia sekarang sedang menyusun tugas akhir dan beberapa hari lagi akan menikah.  Saya tahu kalau dia harus memikirkan pekerjaan, kuliah, tugas akhir, dan rencana pernikahan.  Saya sendiri tak bisa membayangkan jika itu terjadi pada saya, tapi bukan berarti jadi alasan untuk mengeluh tiap hari.

Bagi saya, segala yang dikeluhkan setiap orang adalah hasil kesalahan orang itu sendiri.  Dalam kasus teman saya, kalau dia mengeluh karena segala hal penting terjadi pada waktu yang sama, ya salah dia.  Kenapa pernikahannya tidak diundur saja sampai tugas akhirnya selesai? Toh kurang sedikit, tunda saja sampai bulan depan, bisa kan?

Saya merasa keluhan apapun yang diucapkan orang lain, membuat saya ingin mengeluhkan suatu hal yang menimpa saya.  Kalau ada yang mengatakan senyum itu menular, tapi ketahuilah kalau keluhan juga menular.  

Saya tidak tahu apa yang terjadi pada orang lain, tapi saya merasa hari saya yang keruh makin keruh setelah mendengar keluhan orang dan terpancing untuk mengeluh juga.  

Saya tahu kalau keluhan adalah bentuk ekspresi terhadap perasaan tidak nyaman atau tidak menyenangkan.  Saya tahu itu wajar tapi saya tidak habis pikir dan ingin complain pada orang yang suka complain.  

Dalam sebuah buku, yang saya lupa buku apa, pernah dikatakan kalau manusia secara psikologis akan selalu kaget terhadap perasaan tidak menyenangkan meski kita sudah merasakannya berkali-kali, tapi akan menjadi terbiasa terhadap rasa yang menyenangkan meskipun kita baru merasakannya sekali.  

Hal sekecil apapun yang tidak menyenangkan akan membuat kita kaget lalu complain, tapi kalau kita mendapat hal yang baik kita merasa itu adalah hal wajar yang memang seharusnya kita dapatkan.  Berpikir kalau kita memang ditakdirkan dengan segala kebaikan menyertai kita.  Saya tidak melarang orang untuk kaget dengan hal-hal tidak menyenangkan, tidak apa-apa, itu lumrah.  

Tapi tolong, cukuplah keluhan itu sampai dipikiran saja, jangan diucapkan, apalagi di-share di media social.  Anda tidak pernah tahu apakah di sekitar Anda terdapat orang yang mudah risih seperti saya, yang akan complain balik terhadap segala complain Anda.  

Bagaimana dengan keluhan terhadap pelayanan public? Kalau itu saya setuju, toh badan terkait menyediakan layanan untuk customer service.   Pelayanan public sengaja menyediakan CS untuk menampung ide dan pertanyaan masyarakat.  

Tapi maksud saya, kalau ada hal yang kurang menyenangkan dari suatu pelayanan ya mengeluhnya di CS, jangan ke teman, saudara, tetangga yang tidak punya solusi.  Biar mengeluhnya jadi bermanfaat.  

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline