Lihat ke Halaman Asli

Karena Promag, Aku Tak Tersiksa Lagi

Diperbarui: 26 Juni 2015   03:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku mengidap maag sejak masih SMU.Penyebabnya adalah pola pikirku yang salah waktu itu.Aku merasa berat badanku berlebih.Aku mencoba untuk diet tanpa adanya panduan dari seorang dokter.Memangkas habis porsi makan siang dan malamku.Mengganti sepiring nasi dengan sebuah kentang rebus.Ditambah lagi dengan beban pikiran menghadapi ujian akhir dan kebiasaan belajar sampai larut malam dengan ditemani segelas kopi kental.Sebuah kecerobohan dan kenekatan seorang anak yang masih labil.Lantas, apa yang terjadi?

Program penurunan berat badanku memang berhasil. Tapi kompensasinya, lambungku harus tersiksa.Dan menurut diagnosa dokter, seumur hidup aku bakal melewatkan titian hari dengan hasil eksperimen dietku yang bernama MAAG!

Dapat kupastikan, bahwa tidak ada seorangpun yang mau berada di posisiku. Aku membenahi gaya hidup dan pola konsumsiku.Mematuhi semua nasehat dokter.Sebisa mungkin, menjauhi semua jenis sayuran, buah, makanan serta minuman yang berpotensi meningkatkan gas dan asam lambung. Aku bertekad untuk sembuh!

Kemanapun aku melangkah, selalu ada obat maag di tas.Karena sewaktu-waktu bisa kambuh tanpa diduga.Sedikit ada beban pikiran, kurangnya waktu istirahat atau terlambat jadwal makan saja bisa berakibat fatal!.

Seperti kejadian saat KKN di dusun terpencil di Bojonegoro.Aktifitasku sedang tinggi saat itu.Skedul kegiatan yang sangat padat menuntut setiap orang untuk bertindak cepat dan tidak mengenal lelah.Terkadang baru bisa makan siang menjelang ashar atau terlelap saat malam telah larut.Dua minggu menjalani ritme hidup seperti itu, akhirnya aku harus menyerah!Kondisiku fisikku menurun.Dan yang selalu aku khawatirkan terjadi.Maagku kambuh!

Padahal saat itu, aku sedang berjuang untuk menghilangkan kebiasaan membawa obat maag salinan resep dokter itu kemana-mana.Makanya, aku berangkat ke KKN tanpa sebutir obat maag pun di tas!Alhasil, aku pun harus menanggung resikonya.Rasa mual telah menghilangkan selera makanku.Hanya perih yang menemani lambung.Serasa ditusuk-tusuk oleh sebilah belati!

Ketua kelompok berinisiatif untuk membawaku ke dokter.Aku bersikeras menolak ajakannya. Ini bukan Surabaya!Ini dusun terpencil, walaupun baru jam 19.00, mana ada klinik yang masih buka?

Ketua dan teman-teman sekamarku bingung sekaligus prihatin dengan kondisiku.Minyak kayu putih, balsem dan macam-macam obat gosok lainnya telah menjejali permukaan perutku.Tapi tak juga mampu meringankan deritaku.

“Biasanya kamu minum obat apa kalau kambuh begini?” tanya ketuaku

“Obat dari dokter, tapi aku tidak membawanya..”

“Kenapa tidak kamu bawa?”

“Aku mencoba mengurangi ketergantungan pada obat itu dan yakin akan baik-baik saja.”

“Kalau begini, siapa yang susah?”tanya ketuaku gusar

Teman-teman mengusap-usap punggung ketua, berharap bisa mencairkan keresahannya.Salah seorang teman tiba-tiba mendekati dan mengangsurkan sebungkus obat berwarna hijau kepadaku.

“Tidak ada salahnya kamu mencoba minum obat ini, daripada tidak ada sama sekali, kalau tidak sembuh,kamu bisa diantar ketua ke puskesmas atau ke rumah sakit besok pagi.”

Aku terima obat itu.Aku baca indikasi dan aturan minumnya.Temanku juga menyarankan untuk minum setengah butir dulu bila masih ragu.Bismillah!Semoga ini memang penawar rasa sakit yang dikirimkan Allah SWT kepadaku.

Aku mengunyah setengah butir pil.Kemudian aku dorong dengan seteguk air. Obat itu lalu meluncur secara perlahan ke tenggorokan dan lambungku.Aku tak sempat merasakan bagaimana obat itu bereaksi, karena celotehan teman-teman seperti dongeng pengantar tidur bagiku.Aku terlelap tanpa perih!

Keesokan paginya, aku merasa kondisiku membaik.Alhamdulillah!Aku berterimakasih kepada teman yang telah memberiku obat itu,Sejak saat itu, hanya obat itu yang aku percaya untuk meredakan perih tukak lambungku.Aku tidak perlu membawanya setiap hari, karena obat itu bisa aku dapatkan dengan mudah dimanapun aku berada. Aku menjalankan aktivitas dengan tenang. Terima kasih, PROMAG!Karena mu, aku tak takut tersiksa lagi…




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline