Lihat ke Halaman Asli

Fenomena Pemberian Ulasan Buruk oleh Netizen Indonesia, Tanda Cancel Culture Semakin Berkembang?

Diperbarui: 17 Juni 2022   08:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Google review pada era kemajuan teknologi seperti sekarang memiliki banyak manfaat bagi kita semua. Contohnya bagi orang-orang yang sedang melakukan travelling atau liburan untuk mengetahui ulasan-ulasan warga lokal maupun sesama pendatang terhadap tempat yang dianggap asing dan baru tersebut. 

Google review memuat ulasan tempat seperti restoran, tempat rekreasi, salon kecantikan dan lain sebagainya. Ulasan ini ditulis oleh masyarakat yang sudah mengunjungi tempat tersebut, tak ketinggalan terkadang mereka melampirkan gambar dalam  ulasannya. 

Hal ini tentu membantu banyak pendatang atau turis dalam menemukan destinasi untuk dikunjungi, namun terjadi fenomena dalam dunia maya saat ini yang cukup berdampak buruk bagi banyak pihak. 

Fenomena yang dimaksud adalah masyarakat yang kerap kali memberikan ulasan buruk pada google review pada tempat-tempat yang viral karena sebuah kesalahan yang diceritakan dari salah satu pihak. 

Fenomena ini dianggap berkaitan dengan cancel culture yang telah berkembang dalam masyarakat pada konteks ini merupakan masyarakat Indonesia. 

Menurut Lindsey Toler seorang Public Health Professional, Cancel Culture merupakan sebuah bentuk dari pemboikotan dengan melakukan cancelling pada individu, kelompok, brand dan lain sebagainya. 

Menurut Utpal M. Dholakia, Ph.D. dari Rice University, Cancelling yang merupakan tindakan utama dalam cancel culture adalah sebuah perilaku dari individu atau kelompok dalam menyudutkan salah satu pihak. Hal ini biasanya diawali dengan pelanggaran atau  tindakan yang menyinggung yang dilakukan oleh pihak yang menjadi korban cancel itu sendiri. 

Lantas mengapa fenomena pemberian ulasan buruk dianggap salah satu perilaku cancel culture? Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, pemberian ulasan ini biasanya tidak objektif karena diberikan atas pelanggaran atau kesalahan dari tempat atau pihak yang diberikan ulasan. 

Bahkan, tak jarang yang memberi ulasan sendiri belum pernah mengalami atau memiliki pengalaman langsung dengan yang diulas. 

Contoh yang dapat diambil seperti baru-baru ini setelah masyarakat Indonesia mendapatkan kabar duka atas hilangnya Emmeril Kahn Mumtadz, putra dari Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil di sungai Aaree, Swiss. 

Setelah berita ini menyebar masyarakat Indonesia berbondong-bondong memberi ulasan buruk pada sungai Aaree yang akhirnya mendorong perhatian WNI yang ada di Swiss serta warga lokal Swiss yang kemudian memberi tanggapan atas hal tersebut. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline