Banyak sekali kekerasan yang menimpa kaum perempuan di dunia ini . Perempuan memang digambarkan pada umumnya adalah sebagai sosok yang lemah, pasif hingga pasrah.
Menurut saya berdasarkan konsep pemikiran awal seperti inilah cerita wattpad Asya Story dibuat , yang inti ceritanya benar-benar memeras derita sosok perempuan bernama Asya.
Dengan dibawanya Asya Story ke media film, tentunya tantangan utama terberat adalah bagaimana menampilkan adegan kekerasan yang terjadi menjadi sebuah konten yang ramah dan sopan di mata penonton, namun tetap menampilkan intisari penderitaan yang dirasakan oleh sosok karakter Asya ini sendiri.
Membuat adegan semacam ini tidaklah mudah, salah arah sedikit maka pemberian label tidak positif akan segera berhamburan dari para penontonnya maupun para netizen yang latah. Oleh karena itu kunci utama tentunya adalah pada penata adegan dan aktris serta aktor yang memerankan karakter tersebut.
Saya mengambil karakter tokoh utama kali ini, untuk diulas.
Aktris Brigitta Cynthia atau juga dikenal dengan panggilan Gigi Cherrybelle merupakan yang beruntung untuk memerankan karakter Asya ini. Saya sebutkan beruntung, karena jika aktingnya secara keseluruhan mampu menampilkan apa yang dirasakan olek Asya , maka ia pun segera akan dapat menarik perhatian banyak orang.
Adegan kekerasan ini cukup sering diulang-ulang dalam setiap episode , sehingga saat pemutaran setiap episodenya, ada narasi yang menjelaskan kepada penonton akan adanya segmen adegan kekerasan dan kebijakan dikembalikan kepada para penontonnya.
Saat saya menonton adegan kekerasan ini, kesan yang ditampilkan adalah cukup mampu menampilkan kekerasan yang terjadi , namun terbalut dengan rapih sehingga jika ada penonton di bawah umur dan kepo menonto , tidak akan terlalu terprovokasi untuk kemudian menjadi ikut-ikutan melakukannya. Hal ini disebabkan karena sudut pengambilan adegannya hingga dialognya cukup membawa imajinasi para penontonnya memahami akan apa yang terjadi. Gigi sendiri memberikan suara tangisan yang cukup mendukung , walaupun masih terasa menanggung.
Jadi dari segi adegan , konten original Genflix ini relatif aman untuk menghadapi kritik maupun protes yang muncul ke depannya.
Kemudian kondisi sosial yang kemudian disentil pula adalah saat perempuan yang telah menjadi korban kekerasan, malah dituding sebagai sumber permasalahannya , walaupun kesalahan mungkin sama sekali tidak terletak pada dirinya. Ini merupakan kondisi umum yang terjadi di masyarakat Indonesia , dan tentunya kembali mempertegas dalam mini seri ini bahwa perempuan adalah makhluk yang lemah , pasif dan pasrah.
Kemudian saya perhatikan pula, pada adegan demi adegan ini , masih terlihat banyak kekurangan penampilan emosi yang terjaiin antara masing-masing karakter. Sering kali bahasa tubuh dengan dialog kurang begitu menyatu sehingga penonton agak kesulitan menangkap emosi yang hendak disampaikan.