Lihat ke Halaman Asli

Berdosakah Perguruan Tinggi Mengambil Profit?

Diperbarui: 25 Juni 2015   02:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Salah satu fenomena yang akan tetap abadi adalah kurangnya akses masyarakat kurang mampu terhadap akses pendidikan tinggi.

Mengapa?

Karena biayanya mahal, dan tidak terjangkau oleh masyarakat kurang mampu.

Mengapa biayanya mahal?

Karena faktor produksinya pun mahal.

Mengapa faktor produksinya mahal? Kok bisa?

Bisa saja karena kebutuhan hidup semakin hari semakin tinggi, dan salah satu dari faktor produksi itu adalah manusia (pengajar). Semakin tinggi kebutuhan hidup, maka biaya penyelenggaraan perguruan tinggipun akan ikut disesuaikan. Ini dilakukan untuk mempertahankan kepuasan para tenaga pengajar. Selain manusia, faktor produksi lainnya juga semakin tidak murah.

Wah kalo begitu wajar saja dong kalau biaya kuliah semakin tinggi?

Bisa dikatakan wajar, tapi bisa saja dikatakan tidak wajar. Kalau hanya mengandalkan analogi di atas, maka wajar saja biaya kuliah gak ada yang turun. Tapi meskipun biaya kuliah yang semakin tinggi karena faktor produksinya pun naik, bukan berarti biaya kuliah bisa seenaknya naik terus menerus. Ingat lo, perguruan tinggi termasuk non profit organization.

Ohh begitu, memangnya non profit organization itu apa?

Mengacu pada Wikipedia, organisasi nirlabaatau organisasi non profit adalah suatuorganisasiyang bersasaran pokok untuk mendukung suatu isu atau perihal di dalam menarik perhatianpublikuntuk suatu tujuan yang tidak komersil, tanpa ada perhatian terhadap hal-hal yang bersifat mencari laba (moneter).

Humm (manggut manggut)..masalahnya adalah memangnya ada organisasi seperti itu?

Menurut teori sih ada… salah satunya adalah sekolah itu…atau dalam hal ini, perguruan tinggi. Tapi dalam praktiknya, saya sulit menerima kenyataan bahwa perguruan tinggi merupakan organisasi non profit.

Hmm kok sulit menerima? Mengapa? Bukankah teorinya sudah berbunyi seperti itu?

Iya sih, tapi mari kita lihat secara obyektif. Apa yang terjadi jika perguruan tinggi sama sekali tidak memungut profit? Bisakah perguruan tinggi itu hidup dan tumbuh? Bisakah perguruan tinggi hanya hidup berasal dari sumbangan negara? Bahkan perguruan tinggi negeri sekalipun saya percaya akan kesulitan. Buktinya apa? Beberapa perguruan tinggi memiliki unit – unit bisnis yang akan memberikan sokongan dana abadi untuk mengembangkan institusi pendidikan utamanya.

Kalau begitu apa sebenarnya ciri – ciri organisasi non profit yang tepat menurut Anda?

Saya kembalikan sepenuhnya pada teori yang ada. Menurut teori, organisasi non profit berarti organisasi yang tidak mencari laba sebagai hasil dari proses produksinya. Berarti organisasi tersebut murni hidup berasal dari donasi dan sumbangan yang sesuai dengan kebutuhan operasional.

Bukankah perguruan tinggi juga seperti itu? Biaya operasionalnya berasal dari uang SPP yang dibayarkan oleh mahasiswa, dan bukankah selisihnya juga dikembalikan kepada mahasiswa dalam bentuk pengembangan fasilitas dan mutu pendidikan?

Itu betul, SPP yang dibayarkan oleh mahasiswa merupakan bentuk partisipasi mahasiswa atas penyelenggaraan pendidikan. Betul juga bahwa sisa dari biaya operasional juga dikembalikan kepada mahasiswa. Namun bukankah sisa dari biaya operasional disebut profit? Menurut saya profit adalah sisa uang yang diterima setelah mengurangkan hasil pemasukan dengan modal awal yang diperlukan untuk melakukan proses produksi. Baik di bidang manufaktur maupun jasa. Nah perkara akan dikembalikan kembali ke mahasiswa / konsumen atau tidak itu adalah wewenang petinggi perguruan tinggi.

Lah kalau begitu apa bedanya perguruan tinggi dengan perusahaan pada umumnya?

Bedanya menurut saya adalah jika pada perguruan tinggi net cash flow seluruhnya akan dikembalikan (reinvestment) kepada mahasiswa dalam bentuk noncash, sedangkan pada perusahaan net cash flow masih akan ditentukan lebih jauh lagi berapa yang akan dialokasikan untuk reinvestment dan berapa yang akan di alokasikan sebagai deviden.

Selain itu jika perguruan tinggi membutuhkan dana lebih untuk pengembangan, maka sumber dana satu – satunya adalah profit itu sendiri, sedangkan kalau perusahaan bisa dari saham dan obligasi.

Owh…berarti apakah perguruan tinggi harus mengambil profit?

Iya betul…itu menurut saya. Tapi harus akuntabel, dan transparan. Berapa profit yang diperoleh dan dikembalikan dalam bentuk apa. Selain itu sampai kapan kita hanya mengandalkan dana dari pemerintah?

Apa tidak takut kalau perguruan tinggi mematok “rate” yang terlampau tinggi akan mempersulit akses masyarakat yang kurang mampu?

Yah tetap ada rasa takut. Tapi saya berharap adanya subsidi silang dalam perguruan tinggi. Yang “mampu” membayar lebih, sehingga yang “kurang mampu” terbantu dengan adanya subsidi atau beasiswa. Tapi saya mendukung, bahwa perguruan tinggi harus mencari profit meski dalam persentase yang sedikit.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline