Lihat ke Halaman Asli

Tenaga Pemasaran, Sangat Dibutuhkan tapi Sepi Peminat

Diperbarui: 25 Juni 2015   05:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pemasaran merupakan salah satu cabang disiplin ilmu Manajemen. Saudara – saudara kandungnya yang lain adalah Manajemen Keuangan, Manajemen Sumber Daya Manusia, Manajemen Operasional, dan Sistem Informasi Manajemen. Bila dibandingkan dengan saudara – saudara kandungnya yang lain, ilmu Pemasaran dapat dikatakan cukup unik. Keunikannya terletak pada penerapan ilmu tersebut dalam dunia praktis. Ketika keempat saudara lainnya lebih terkesan analitis – administratif, maka ilmu Pemasaran cenderung lebih berbau analitis – praktis. Begitu pula dengan sistem remunerasi yang berlaku untuk para pemasar juga cenderung berbeda dengan pekerja profesi lainnya.

Kebutuhan akan pemasar yang berkualitas cenderung lebih besar bila dibandingkan dengan kebutuhan perusahaan akan staf keuangan, operasional, personalia dan teknologi informasi. Benarkah demikian? Penulis akan menjawab: benar! Hal tersebut secara langsung tercermin dari begitu ramainya iklan lowongan kerja untuk posisi sebagai pemasar yang penulis jumpai pada koran hari Sabtu. Yang menjadi pertanyaan penulis adalah mengapa begitu banyak lowongan sebagai pemasar. Apakah karena memang perusahaan tersebut semakin berkembang atau berencana untuk ekspansi sehingga membutuhkan banyak tenaga pemasar? Atau karena tingginya tingkat burn out untuk tenaga pemasar?

Berkaitan dengan pertanyaan penulis di atas, dapat disimpulkan secara umum bahwa tenaga pemasar sangat dibutuhkan oleh perusahaan apapun alasan yang melandasinya. Meskipun demikian ternyata minat masyarakat untuk menjadi tenaga pemasar tidaklah tinggi. Hal ini penulis simpulkan berdasarkan hasil observasi penulis terhadap beberapa mahasiswa tingkat akhir pada jurusan Manajemen. Hasilnya cukup menarik, bahwa sebanyak 50 mahasiswa dari total 70 tidak memiliki minat untuk bekerja di bidang pemasaran. Alasan terbanyak yang dikemukakan adalah sistem target dan kompensasi berbasis bonus.

Meskipun demikian, menjadi seorang pemasar tentu tidak seburuk yang diperkirakan. Ada hal – hal positif yang kita butuhkan bila kita memiliki profesi sebagai pemasar. Hal positif yang pertama adalah kita menjadi terlatih untuk mengeluarkan semua potensi tersembunyi yang ada di dalam diri kita. Mungkin kita mengira bahwa kita adalah orang yang kurang percaya diri, namun berhadapan dengan konsumen secara terus menerus akan mengikis perlahan – lahan rasa kurang percaya diri kita, begitu pula dengan rasa rendah diri, pemalu dan kurang kreatif.

Hal positif kedua adalah dengan menjadi seorang pemasar, kita memiliki pengetahuan yang mumpuni mengenai kondisi pasar yang riil. Inilah pembeda yang utama antara seorang pemasar dengan pekerja pada profesi lainnya. Berbekal dengan pengetahuan mengenai pasar, besar potensi kita untuk mendapatkan posisi yang lebih tinggi. Mengapa? Karena tidak mungkin jika kita menjadi seorang Manajer namun tidak mengetahui bagaimana kondisi pasar sebenarnya. Alasan yang masuk akal bukan? Namun bukan berarti memiliki profesi selain pemasar, sulit untuk duduk di top management.

Hal positif selanjutnya adalah dengan bekerja sebagai pemasar, kita secara perlahan – lahan belajar sebagai calon pengusaha. Mengapa? Sebagai informasi, dan berdasarkan pengalaman penulis dalam berbisnis kecil – kecilan, fungsi pemasaran merupakan fungsi yang utama, vital, dan dominan. Ketika kita memutuskan untuk menjadi pengusaha, maka tidak peduli secanggih apapun sistem keuangan kita, tidak peduli secanggih apapun sistem rantai – pasokan kita, tanpa harus memiliki karyawan yang berkualifikasi sarjana, produk atau jasa yang kita tawarkan kepada konsumen haruslah terjual. Selain itu menurut Anita Roddick business is not financial science. It’s about trading…buying and selling.

Meskipun banyak hal – hal positif yang mungkin kita terima dengan menjadi seorang pemasar, penulis menyadari bahwa ada hal – hal lain juga yang mengurangi minat mahasiswa untuk menjadi seorang pemasar. Hal pertama adalah sistem kerja yang berorientasi pada pencapaian target. Target penjualan harus tercapai bagaimanapun caranya. Ketika target penjualan tidak tercapai, maka secara otomatis kita masuk ke dalam daftar evaluasi. Selain itu jika target tidak tercapai maka bonus pun tidak akan mengalir ke rekening kita, dan hal tersebut dapat mengganggu keuangan keluarga kita. Singkatnya, seolah – olah kita tidak memiliki penghasilan “tetap”.

Setiap profesi tentu memiliki sisi positif dan negatifnya. Begitu pula dengan profesi sebagai tenaga pemasar. Namun tingginya tingkat burn out menimbulkan tanda Tanya baru. Apakah sedemikian tingginya target penjualan yang harus dicapai sehingga terjadi burn out yang tinggi juga? Atau supervisor tidak memiliki kemampuan dalam membimbing dan mengarahkan para tenaga pemasarnya? Atau para staf personalia yang kurang jeli dalam menyeleksi calon tenaga pemasarnya sehingga yang diterima adalah individu – individu yang kurang potensial sebagai tenaga pemasar.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline