Akhir-akhir ini disibukkan oleh pemilihan bentuk kabinet, apa 34, 22, 21 atau mungkin cukup 8 sebagai angka bagus. Semua sah-sah saja karena sudah banyak pakar yang mengemukakan pendapatnya dengan tujuan yang tentunya berbeda-beda. Sebagai rakyat biasa yang suka memikirkan kapan Indonesia bisa maju bukan dengan ukuran materialis tetapi dengan ukurannya ke-Indonesiaannya. Misalnya "Index Ketawa dan Senyum" orang indonesia meningkat dari 129 ke 220 artinya tingkat "keceriaan" orang Indonesia naik dari 129/1000 orang "ceria" ke 220/1000 orang "ceria". Adalagi, misalnya "Index Liburan", adalah jumlah rupiah dari pendapatan dan orang Indonesia yang dapat dialokasikan/melaksanakan untuk kegiatan liburan serta banyak lagi ukuran yang lebih "KELIHATAN" benernya daripada sekedar angka yang dalam kenyataannya tidak realistis.
Dalam beberapa catatan terdapat beberpa ukuran kemakmuran dan kesejahteraan , misalnya Indonesia menempati posisi ke-63 dari 144 negara dunia dalam indeks kemakmuran yang dipublikasikan oleh Legantum Institute pada tahun 2012 dan dalam hal kesejahteraan pada tahun 2009, dalam skala 0 - 100 nilai IKraR (Indeks Kesejahteraan Rakyat) Indonesia berada di poin 43.21, dan terus meningkat sampai poin 49.90 di tahun 2013. Dalam tulisan ini saya ingin mengajak bahwa perkembangan data-data yang diperoleh bukan berasal dari survai tapi dari transaksi masyarakat, sehingga kesimpulannya akan hampir mendekati kenyataannya bahwa adanya kemajuan tingkat kebahagiaan rakyat Indonesia.
Hubungan paragraf pembukaan dengan judul adalah apabila data-data yang diperoleh pemerintah merupakan data yang terjadi di masyarakat, maka apapun hasilnya dapat dipergunakan oleh pemerintah untuk mengatur arah pembangunan, termasuk berapa jumlah menteri yang akan dipergunakan dalam kabinet mendatang.
Sebagaimana kita tahu bahwa dalam sebuah perusahaan terdapat beberapa fungsi yang penting yaitu Fungsi Perencanaan, Produksi, Pemasaran, Suport, Keuangan , SDM (Sumber Daya Manusia) dan Keamanan Aset Perusahaan; demikian juga sebuah negara yang dianalogikan sebagai sebuah perusahaan. Apabila fungsi-fungsi ini dijabarkan lebih lanjut, maka aka lebih mudah dalam mengimplementasikan keperluan menteri dalam sebuah kabinet. Sebagai orang yang bukan pakar, pemikiran saya Fungsi Produksi dapat dijabarkan sebagai Kementrian Kedaulatan Pangan, Kementrian BUMN, Kementrian ESDM, Kementrian Dalam Negeri sedangkan untuk Fungsi Pemasaran adalah Kementrian Luar Negeri dan Kementrian Perdagangan dan Perindustrian; Fungsi Suport adalah Kementrian Invrastruktur, Kementrian Perumahan, Kementrian Perhubungan; Fungsi SDM adalah Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementrian Agama, Kementrian Pemuda dan Olahraga dan selanjutnya para pembaca pasti lebih tahu.
Sehingga jangan sampai ada kementrian yang fungsinya tumpang tindih baik dari segi program maupun teritorialnya, misalnya Kementrian Kedaulatan Pangan yang memiliki Dirjen Perikanan tetapi di sisi lain akan dibentuk Kementrian Maritim. Ada lagi yang akan tumpang tindih Kementrian Pendidikan Dasar dan Menengah dan Kementrian Pendidikan Tinggi, Riset dan Teknologi; nantinya kasihan rakyatnya yang akan meneruskan kuliah karena kebijakannya pasti "JOKO SEMBUNG " alias "GAK NYAMBUNG". Menurut hemat saya program yang kemarin-kemarin sudah cukup bagus, janganlah membuat "ASAL BEDA" yang nantinya akan membuat "STAG" laju perubahan pembangunan dan kegelisahan pegawai yang berakibat turunnya produktivitas pegawai.
Perkuat informasi struktur data perubahan yang terjadi pada masyarakat akibat pembangunan, sosialisasikan perubahan, ukur perubahannya, ambil kebijakan pengawasannya dan "TETAP BLUSUKAN" untuk mensinergikan hasil pembangunan dengan "HATI JOKOWI-JK"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H