Asas Sukarela Dalam konteks hukum perkawinan menegaskan bahwa, setiap individu memiliki hak untuk memilih pasangan hidupnya tanpa adanya paksaan atau tekanan dari pihak lain. Jadi Asas Sukarela ini memilih pasangan hidup sendiri tanpa paksaan atau dijodohkan, Hal ini menekankan bahwa perkawinan seharusnya tidak dilakukan atas desakan dari pihak lain, tetapi murni atas dasar kehendak dan cinta antara kedua belah pihak. Oleh karena itu, perkawinan yang didasarkan pada asas sukarela diharapkan akan lebih kokoh dan berkelanjutan karena didasarkan pada kesepakatan dan komitmen yang kuat dari kedua belah pihak.
Asas sukarela juga merupakan fondasi dari hubungan perkawinan yang sehat dan harmonis. Dalam praktiknya, asas sukarela dalam perkawinan juga berpengaruh dengan proses persiapan pernikahan yang melibatkan pemikiran yang matang dan kesiapan baik fisik maupun mental dari kedua belah pihak. Hal ini termasuk tanggung jawab dan komitmen yang akan diemban oleh kedua belah pihak dalam menjalani kehidupan berumah tangga. Dengan demikian, asas sukarela bukan hanya tentang kebebasan memilih pasangan hidup, tetapi juga tentang kesiapan, tanggung jawab, dan kesadaran atas masing-masing individu yang akan menjalani hidup barunya atau berumah tangga.
Asas Partisipasi keluarga dalam perkawinan mencakup berbagai aspek, yaitu :
1. Persetujuan dan Dukungan
2. Pemenuhan Tradisi dan Adat
3. Bantuan Materiil dan Moril
4. Integrasi Kedua Keluarga
Dan Asas ini mengakui pentingnya peran dan kontribusi keluarga dalam menjalani kehidupan berumahtangga.
Perceraian Dalam konteks UU Nomor 1 Tahun 1974 perceraian dipersulit diimplementasikan melalui beberapa ketentuan yang menempatkan berbagai hambatan atau persyaratan yang harus dipenuhi sebelum perceraian dilakukan. Ada beberapa aspek yang menjadi fokus dalam perceraian dipersulit, yaitu :
1. Persyaratan Administrasi
2. Mediasi atau Konseling