Lihat ke Halaman Asli

Jejak Islam di Tanah Buton

Diperbarui: 12 Mei 2018   22:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

MASJID tua Wawoangi merupakan salah satu fakta bukti sejarah masuknya siar Islam di Pulau Buton. Masjid dengan model klasik zaman old menjadi saksi masuknya peradaban Islam di tanah Buton yang menjadi negeri khalifatul khamis. 

Masjid tua itu menjadi bukti sejarah peradaban islam hingga jaya pada sistem pemerintahan kesultanan Buton. Kejayaan masa kesultanan Buton juga sangat disegani di nusantara. Terlebih dari berbagai literatur sejarah kesultanan Buton merupakan bagian dari Turki Usmani. Loh kok bisa, seperti apa peradaban islam masuk di tanah Buton?

KONON masjid ini merupakan yang pertama berdiri sejak pertama kali Syekh Abdul Wahid membawa syiar Islam di tanah Buton. Masyarakat sekitar meyakini masjid ini sangat berkat (Kabarakati Masigi Wawoangi) dan menyimpan cerita mistis.

Untuk menuju Desa Wawoangi, Kecamatan Sampolawa sekitar 1 jam dari Kota Baubau. Setengah jam dari ibukota Kabupaten Busel, Batauga. Dan Masjid Tua itu terletak di atas bukit di Desa Wawoangi.

Dari pemukiman warga dusun Laguali, Desa Wawoangi, jarak masjid barakati itu mencapai 3 kilometer. Sarana jalannya pun sudah bisa ditempuh dengan kendaraan roda dua maupun empat. Namun medannya cukup menantang, sebagian jalannya masih pengerasan. Namun sebagian diantaranya sudah teraspal. Di sepanjang jalan ada kawasan pertanian umbi-umbian dan pisang serta pertanian jangka panjang milik masyarakat.

Dari Masjid Tua itu, pemandangan hampir seluruh wilayah desa di Sampolawa dapat dilihat dari bukit Wawoangi. Dari sisi kiri masjid dapat menyaksikan pemukiman warga Kelurahan Katilombu, Jayabakti dan sekitarnya. Tampak jelas pula Desa Tira sejumlah kapal Boti alias Phinisi tampak jelas berjejer terpakir menghiasi bibir perairan Desa Tira.

Tampak jelas juga pasir putih menghiasi mata keelokan pantai Lagundi Desa Bahari.

Tampak dari depan lautan bebas laut Flores, sisi bagian selatan jika cuaca mendukung terlihat pula pulau Batuatas. Di atas bukit itu pula tampak jelas barisan rumah warga Desa Bahari, pasir putih di sepanjang desa tersebut menghiasi pandangan mata. Begitupun lautan lepas laut Banda. Di bagian barat tampak jelas benteng yang hingga kini belum digarap potensi wisatanya dinas terkait.

Masjid Tua Wawoangi ini jauh dari kebisingan kendaraan, maupun pemukiman warga. Untuk menunaikan shalat pun dijamin khusu. Kerap tiap malam Jumat, masyarakat wilayah sekitar menunaikan ritual ibadah menghadap kepada sang khalik, sang pencipta alam semesta Allah SWT.

Masjid yang kokoh berdiri di atas bukit, kesejukan alamnya, kerindangan pepohonan, menambah keheningan bila menunaikan ibadah. Angin sepoi-sepoi bertiup dari segala penjuru, udara yang masih segar alami menambah khusunya para jamaah yang ingin beribadah di Masjid Tua itu.

Di paling depan pintu masuk Masjid Tua ada makam yang diyakni Sultan Buton ke -7, La Ode Saparigau atau yang dikenal Syarifuddin Jamal. Selain itu juga ada makam La Ode Gafari (Sangia Rauro, ayah Sultan Buton ke-7, red). Dua makan tersebut berada tepat di depan dipintu utama masjid tertua tersebut. Dan beberapa makam lainya keluarga sahabat, prajurit pengawal Sultan. Di atas kuburan ini ditumbuhi cempaka.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline