Lihat ke Halaman Asli

Orang Bijak Menilai Berdasarkan Data

Diperbarui: 16 Juli 2021   06:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

ORANG BIJAK MENILAI BERDASARKAN DATA

Setelah perhelatan final Euro 2020 yang mempertemukan tim Ingris melawan Italia banyak media memberitakan tentang reaksi fans Ingris atas kekalahan timnya. Ada yang melimpahkan kesalahan kepada pelatih, Gareth Southgate, ada juga yang langsung menyerang tiga pemain Ingris; Rashford, Sancho dan Saka yang gagal mengeksekusi penalti ke gawang Italia. Salah seorang dari ketiganya yang paling disorot adalah Saka. Banyak pihak menyesalkan keputusan pelatih yang menunjuk Saka sebagai salah satu eksekutor mengingat usia yang dianggap masih belia, 19 tahun. Belum matang secara psikologis. Demikian kalau bisa disimpulkan.

Di tengah serangan yang bertubi itu munculah seseorang yang justru membela pelatih termasuk Saka dan kedua temannya. Dia itulah Michael Owen, mantan pemain Timnas Ingris yang cukup gemilang pada zamannya. Owen membantah bahwa kegagalan Saka mengeksekusi penalti semata karena faktor usia. Dengan demikian Ia juga sekaligus sedang membela pelatih Ingris, Gareth Southgate. Owen bahkan membeberkan sejumlah fakta yang menunjukan bahwa Saka bukanlah orang pertama yang gagal mengeskusi penalti. Sejumlah bintang Ingris yang usia di atas Saka, bahkan pernah gagal. Lagi-lagi owen menggurkan hipotesis sejumlah orang yang menilai faktor usia sebagai penyebab kegagalan Saka.

Dalam teori Psikologis, manusia bertindak termasuk memutuskan sesuatu sangat dipengaruhi banyak faktor. Maka, semestinya ketika menilai tindakan atau keputusan seseorang kita harus melihatnya secara komperhensif. Menggunakan sudut pandang dia. Ekstrimnya, kita harus masuk sampai ke kedalaman batinnya. Acapkali di ruang sosial kita menyaksikan perdebatan kusir, yang sulit kita temukan titik kebenarannya. Masing-masing orang mendasarkan argumennya dengan ungkapan "pokoknya menurut saya". Tanpa disertai data memadai. Serta menutup budi untuk menemukan secuil kebenaran pada pihak lain.

Owen sedang memberi pembelajaran bagi kita perihal bagaimana kita menilai seseorang atau sesuatu atau juga suatu kejadian. Menilai berdasarkan data, bukan asumsi. Bukan pula sekedar ikut arus kebanyakan. Ini pula yang tampaknya menjadi kecenderungan umum. Sebut saja yang sedang trend saat ini, banyak kalangan menilai bahwa pemerintah gagal mengendalikan laju penyebaran covid-19. PPKM darurat juga gagal. Dasar penilaiannya adalah angka terkonfirmasi harian. Tetapi jika kita menilai dengan beragam sudut pandang tampaknya vonis gagal kurang tepat ditempatkan pada pemerintah yang sampai saat ini masih berjuang mengerahkan seluruh sumber daya untuk hal ini.

Saya tidak bisa membayangkan jika pemerintah tidak bertindak apa-apa termasuk menerapkan kebijakan PPKM darurat. Bisa saja statistik penyebaran covid jauh melampau angka sekarang. Penilaian atas efektivitas vaksin juga tidak kalah seru. Masyarakat awam juga kadang ikutan menilai hanya berdasarkan 'kata si Anu, kata si B, kata si C', tanpa riset memadai. Konyol lagi jika akhirnya menolak Vaksin hanya mendasarkan keyakinan pada opini dan asumsi orang lain.

Kita memang tidak bisa mengungkung daya nalar kita. Kita punya otonomi dalam menilai termasuk juga memutuskan. Tetapi kita mesti memperlengkapi otonomi penilaian kita dengan sejumlah dasar, data dan fakta yang argumentatif yang bisa diuji kebenarannya secara objektif. Mungkin karena alasan itulah maka tanpa ragu Owen melawan arus umum. Ia membeberkan data pemain Ingris yang usianya lebih tua dari Saka yang gagal mengeksekusi penalti sejak piala dunia 1990 sampai menjelang euro 2020. Diantaranya termasuk David Beckham pada usia 29 tahun, Lampard ketika usia 28 tahun, Gerrard usia 26 tahun. Dengan demikian Owen tidak sedang berasumsi tetapi berbicara dan menilai atas data. Itulah orang bijaksana.

Rd. NN.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline