Lihat ke Halaman Asli

Bijak Menanggapi Kampanye Hitam dan Solusi Pembangunan Kelapa Sawit Indonesia Berkelanjutan

Diperbarui: 14 Mei 2019   02:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Image caption

                                                                  

Kelapa sawit atau dalam bahasa ilmiah disebut (Elaeis guineensis jacq.) merupakan tanama dari keluar palem-paleman. Tanaman ini berasal dari benua afrika, kemudian di introduksi ke indonesia pada era kononial belanda yang awalnya ditanam sebagai tanaman pelengkap di Kebun Raya Bogor dan perkembangan perkebunan kelapa sawit secara komersial pertama kali berada di Sumatera dan sekarang telah tersebar ke diberbagi pelosok tanah air.

Seiring berjalannya waktu, komoditas ini terus berkembang dan luasan area perkebunan di Indonesia semakin meningkat karena adanya kebutuhan akan minyak nabati nasional dan dunia meningkat setiap saat. Komoditas kelapa sawit ini juga sangat berperan bagi peningkatan denyut nadi ekonomi di daerah sentral-sentral perkebunan  ataupun dipedesaan dan tentunya komoditas ini juga berperan besar untuk menghasilkan devisa negara dari ekspor CPO dan turunannya.

Dilain sisi, peningkatan jumlah lahan perkebunan ini mengakibatkan berbagai permasalahn yang timbul kemudian hari, seperti konflik tanah, HGU, lingkungan. Kita menyadari bahwa tidak ada aktivitas manusia luput dari namanya eksploitasi sumber daya. Karena jumlah populasi manusia didunia meningkat dan kebutuhan akan minyak juga meningkat (Pangan Primer). oleh karena itu berbagai aksi yang menentang komoditi ini gaung terdengar baik dari media masa dan media sosial.

Informasi yang kita peroleh pasti sangat reaktif dan cukup masif bagi sebagian masyarakat. Sangat jarang publikasi mengenai perbandingan komoditas kelapa sawit dengan komoditas substitusi penghasil minyak nabati. Seolah-olah informasi yang kita terima harus menelan mentah - mentah. Belum tentun komoditas lain lebih baik dari kelapa sawit. Apalagi komoditas non-kelapa sawit itu bersifat tanaman musiman yang banyak kekurangan dalam hal penghasilan oksigen,  penggunaan lahan yang lebih luas dan sebagainya.

Kita perlu bijak menggapi berbagi informasi dunia yang berkembang cepat pada era revolusi industri 4.0 apalagi konotasi negatif yang berkembang cenderung menyerang komoditas andalan indonesia yang sangat sesuai tumbuh dan berkembang di negara kita yang beriklim tropis.

Salah satu menyebabkan harga Tandan Buah Segar (TBS) di tingkat petani turun dalam beberapa bulan terakhir. Solusi yang bisa kita terapkan memperbaiki tata ruang dan tata kelola perkebunan, re-planting tanaman yang berumur, penggunaan bibit unggul, perbaiki sarana transportasi, pelatihan intensif untuk membuat produk turunan dan terus melakukan inovasi, industrialisasi CPO menjadi produk pangan dan non-pangan.

Angin segar dari pemerintah yang telah menerapkan B20 atau kandungan 20% minyak kelapa sawit yang dicampurkan dengan solar yang telah diterapkan. Walau masih ada kekurangan, tapi harapan baru untuk peningkatan harga jual TBS kelapa sawit ini masih ada. Dan kita juga sangat berharap akan kesuksesan pengembangan B100 yang tentunya akan menjadi kebanggaan indonesia karena bisa mandiri dalam hal energi dan menghemat devisa negara.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline