Lihat ke Halaman Asli

Nuryati

Mahasiswi

Strategi Guru Dalam Mengelola Kelas Inklusif

Diperbarui: 4 November 2023   18:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

I. PENDAHULUAN

Setiap orang berhak memperoleh pendidikan sejak ia lahir sampai akhir hayatnya seperti yang disebut oleh UUD 1945 Bab XII pada Pasal 31 ayat (1) yang menyebutkan "Tiap warga negara berhak mendapatkan pengajaran"(UUD 1945, 1945). Tujuan dalam pengajaran setiap warga negara Indonesia untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, yang tertulis pada Pasal 31 ayat (3) berbunyi "Pemerintah berusaha untuk menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang"(UUD 1945, 1945b). Oleh karena itu, Sekolah menjadi lingkungan belajar yang penting untuk membentuk peserta didik dalam berkarakter dan berkualitas.

Manusia diciptakan oleh Tuhan dengan beragam bentuk dari mulai fisik maupun rohani jadi di dunia ini tidak ada yang diciptakan dengan kata kesempurnaan. Setiap anak jika dilihat dari fase perkembangannya pasti memiliki perbedaan. Sebagai guru,orang tua,saudara dan kerabat harus bisa memahami dan menangani jika dalam perkembangan anak memiliki hambatan, ABK bukan selalu sebutan bagi anak yang kekurangan fisik atau IQ (kasarnya orang berpikir ABK itu cacat dan idiot), ABK bukan untuk anak yang selalu membutuhkan benda namun, ABK bisa saja anak yang memiliki prestasi di akademik maupun non akademik. maka, siapa itu ABK yang dimaksud? ABK adalah seseorang yang merasakan kekurangan dalam diri seperti kurang dalam emosional, kurang dalam penglihatan dll. Orang yang kita anggap normal bisa saja dia harus memiliki perhatian, dukungan dan penanganan maka, perlu kebutuhan khusus.

Di dalam konteks Pendidikan inklusif di Indonesia, digunakan istilah Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) atau siswa dengan disabilitas. Saat ini tengah terjadi pergeseran pendekatan pendidikan inklusif dari pendekatan medis (ketunaan) ke pendekatan fungsionalitas belajar. Oleh karenanya, dikenal pula istilah siswa dengan kesulitan fungsional belajar. Secara esensi, istilah ini memiliki arti yang sama dengan ABK atau siswa dengan disabilitas, adapun ciri-ciri nya sebagai berikut: Pertama, Kesulitan Penglihatan yaitu Kesulitan kedua mata untuk melihat sesuatu dengan jelas, seperti objek, gambar, wajah orang, buku ataupun papan tulis baik ketika menggunakan kacamata/lensa kotak atau tidak. Kedua, kesulitan pendengaran yaitu kesulitan telinga untuk mendengarkan berbagai macam suara, temasuk suara manusia, musik baik dengan atau tanpa alat bantu pendengaran.

Ketiga, kesulitan Motorik Kasar yaitu kesulitan siswa/i untuk melakukan gerakan fisik yang membutuhkan peran otot utama pada tubuh seperti tangan, kaki, batang tubuh. Kegiatan motorik kasar seperti menyeimbangkan dan mengkordinasikan anggota tubuh contohnya merangkak, jalan dan berlari. Keempat, kesulitan Berbicara yaitu kesulitan siswa/i untuk berbicara dan dipahami dengan jelas dengan bahasa yang paling lazim/familiar digunakan. Kelima, kesulitan membaca/disleksia yaitu, kesulitan siswa/i di bidang literasi dibandingkan dengan dengan siswa/i lainnya yang seusia, misalnya: kesadaran dan kemampuan menggunakan fonemik, mengeja, menulis, mengucapkan kata-kata dan pemahaman. Keenam, kesulitan Emosi yaitu kesulitan siswa/i yang berhubungan dengan emosi yang berlebihan terkait depresi dan kecemasan. Gejala bisa dilihat dari mudahnya seseorang untuk marah, kehilangan minat, kelelahan, susah atau terlalu banyak tidur, keinginan untuk bunuh diri, Insecure dan rasa bersalah.

Ketujuh, Kesulitan Berpikir/Kognitif yaitu kesulitan siswa/i dalam mengikuti proses pembelajaran, mempelajari keterampilan dan konsep akademik, memahami beberapa petunjuk/langkah suatu tugas dan melakukan tugas-tugas sederhana seperti membuka tas sekolah, meletakkan buku dan pulpen di atas meja, mengerjakan pekerjaan rumah dan perawatan diri (ke toilet, berpakaian, makan) dibandingkan siswa lain pada waktu yang sama. . Kedelapan , Kesulitan Perilaku/Perhatian yaitu Kesulitan siswa/i dalam mengelola perilaku diri sendiri, berkonsentrasi, menerima perubahan rutinitas, dan berteman. Hal ini termasuk Perilaku agresif, destruktif atau melukai diri sendiri, kemarahan, ketidakmampuan menghadapi frustrasi, menjadi pengganggu atau lawan, ketidakmampuan untuk berkonsentrasi dan kecemasan.

Dari latar belakang diatas menunjukan bahwa peserta didik memiliki kemampuan yang beragam perbedaan dalam proses belajar bukan halangan untuk mengembangkan potensi sehingga, para pendidik harus peka dalam kebutuhan peserta didik. Dalam dunia pendidikan layanan yang diberikan harus kolektif sehingga bisa menyamakan dengan peserta didik yang normal tujuannya untuk menciptakan kerukunan dan saling menghargai sehingga, solusi yang ditawarkan yaitu system pendidikan iklusif, adapun yang akan penulis bahas yaitu "Strategi guru dalam mengelola kelas inklusif".

II. PEMBAHASAN

Pendidikan inklusi merupakan suatu sistem yang menyelenggarakan pendidikan dengan memberikan kesempatan kepada peserta didik yang berkelainan dan peserta didik yang memiliki kemampuan dan kecerdasan khusus untuk mengikuti pembelajaran di lingkungan pendidikan. Sedangkan pengertian pendidikan inklusi menurut Permendiknas Nomor 70 Tahun 2009, pendidikan inklusif merupakan system penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdaan dan/atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam satu lingkungan pendidikan secara umum bersama-sama dengan peserta didik umumnya (Peraturan Menteri Pendidikan Nasional, 2009). Tujuan dari pendidikan inklusif untuk peserta didik yaitu untuk menumbuhkan kepercayaan diri, mampu berinteraksi dengan bersosial dengan lingkungan dan belajar untuk beradaptasi, menerima dan mengatasi perbedaan sehingga menumbuhkan jiwa kreatif dan inovatif pada proses belajar.

Oleh karena itu, ditekankan adanya dukungan sekolah menjadi komunitas yang mendukung pemenuhan kebutuhan khusus setiap anak, sehingga sumber belajar menjadi memadai dan mendapat dukungan dari semua pihak, yaitu para siswa, guru, orang tua, dan masyarakat sekitarnya (Direktorat Pendidikan Luar Biasa, 2004: 8-10). Di sekolah inklusif, guru memiliki peranan penting dalam proses pengajaran yang menciptakan suasana pembelajaran yang nyaman dan aman. Adapun Strategi yang digunakan oleh guru untuk membimbing kelas inklusif yaitu pertama mengetahui karakter peserta didik, kedua mengetahui apa yang dibutuhkan siswa, ketiga mengetahui potensi yang dimiliki siswa. Guru tidak bisa menjalankan proses pembelajaran dengan tidak ada dukungan orang tua oleh karena itu guru harus berkolaborasi dengan orang tua dalam proses pembelajaran siswa. Guru juga harus melakukan pendekatan khusus dan individual dalam proses pembelajaran yang bertujuan untuk saling keterbukaan antar siswa satu dengan lainnya.

Penulis sangat termotivasi dari pengajaran yang dilakukan oleh MI Maarif Keji Semarang Jawa tengah, sekolah tersebut menerapkan system pembelajaran yang menarik perhatian dengan menggabungkan antara anak normal dan anak luar biasa, kurikulum yang di implementasikan adalah kurikulum berbasis nasional dari kementrian pendidikan budaya, riset dan teknologi. Hal yang membuat beda dari sekolah pada umumnya adalah pembelajaran berfokus pada peserta didik bukan berfokus pada materi yang diajarkan oleh karena itu guru melakukan pengajaran dengan media yang berbeda pada setiap harinya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline