Serangan fajar sudah menjadi bahasa yang umum, biasanya selalu dibicarakan menjelang pemilu dilaksanakan seperti sekarang ini. Entah pemilihan tingkat lurah, tingkat bupati atau bahkan tingkat presiden sekalipun, serangan fajar selalu dibicarakan dan memang faktanya ada.
Dalam undang-undang pemilu disebutkan bahwa politik uang, atau bagi bagi uang kepada pemilih supaya mempengaruhi pemilih untuk menetapkan pilihannya pada satu calon, dilarang hukumnya atau haram. Tetapi meskipun haram sebagaimana dinarasikan oleh undang-undang pemilu, pada kenyataannya serangan fajar selalu ada dan selalu lolos dari pantauan badan pengawasan pemilu. Karena kalaulah politik bagi bagi uang itu terendus atau terciduk oleh badan pengawasan pemilu maka hal itu bisa dilakukan teguran atau hukuman jika sudah dianggap pelanggaran berat.
Tetapi walaupun demikian, walaupun undang-undang pemilu mengharamkan politik uang, dan yang melakukan politik uang bisa mendapatkan teguran atau hukuman, pada kenyataannya rakyat dibawah sangat mengharapkan apa yang disebut serangan fajar berupa amplop berisi uang. Semakin besar uang yang dibagikan oleh calon pemimpin, maka semakin senang calon pemilih menerimanya dan pasti akan memilih calon yang memberikan serangan fajar tersebut.
Selogan atau kata kata yang mengatakan ambil saja uangnya dari calon pemimpin manapun, tapi tetap pilihannya sesuai hati nurani, nyatanya kata kata itu tidak ampuh. Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang tahu balas jasa, masyarakat yang tahu balas budi, maka jika dia mendapatkan serangan fajar berupa amplop, pertama dia tidak bisa menolaknya, kemudian bisa dipastikan dia akan mencoblos atau memilih calon pemimpin yang memberi serangan fajar kepada dia.
Maka sudah tepat apa yang ditetapkan dalam undang-undang pemilu itu bahwa politik uang, atau bagi bagi bahan pokok selain uang yang bisa mempengaruhi keputusan dalam memilih, dilarang hukumnya atau haram. Tinggal bagaimana eksekutor undang-undang pemilu di lapangan yaitu badan pengawasan pemilu bersikap tegas dan tidak pandang bulu. Siapapun yang melanggar, entah yang sedang berkuasa ataupun calon penguasa baru, semua harus ditindak tegas sesuai undang-undang yang berlaku.
Demokrasi dengan politik uang memang tidak sehat atau bahkan akan menghancurkan demokrasi itu sendiri. Pada akhirnya jika politik uang dibiarkan tanpa tindakan yang tegas, akan lahir pemimpin pemimpin yang terpilih karena uang dan bukan karena kapasitas dan kemampuan mereka. Orang orang berkualitas dan punya kemampuan tetapi tidak punya uang dengan otomatis hanya akan menjadi penonton di negeri tercinta ini. Dan tentu pada akhirnya perlahan tapi pasti negara ini akan menjadi negeri yang tidak berkualitas atau negara yang gagal karena dipimpin oleh pemimpin yang tidak berkualitas.
Semoga negeri yang kita cintai ini menjadi negeri yang semakin tahun semakin baik dan maju sejajar dengan bangsa bangsa di dunia. Semoga pemilu yang akan dilaksanakan besok 14 Februari dilaksanakan dengan penuh integritas, jujur dan transparan. Kekalahan yang dilakukan dengan cara yang jujur adalah sebuah kehormatan, sementara kemenangan yang dilakukan dengan cara cara yang curang adalah sikap pengecut yang amoral.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H