Lihat ke Halaman Asli

Bahaya Laten Itu Bernama "Jokowi Yes, PDIP No"

Diperbarui: 6 Mei 2017   05:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber Gambar: Goriau.com

Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) benar-benar mengalami situasi gawat darurat. Selain kekalahan beruntun dan berjamaah pasca Pilkada Serentak kemarin, internal PDIP pun dikabarkan mengalami keretakan yang cukup parah. Kabar perpecahan tersebut mulai meledak setelah Megawati dikabarkan akan pensiun dari dunia politik dan tentu ia juga akan melepaskan jabatannya sebagai Ketua Umum partai bergambar banteng moncong putih itu.

Tiga nama disebut-sebut akan menggantikan posisi Mega sebagai Ketum PDIP. Mereka adalah Puan Maharani, Prananda Prabowo, dan terakhir adalah Presiden Joko Widodo. Puan Maharani sepertinya sudah mulai menyiapkan diri untuk menggantikan ibunya dari pucuk pimpinan PDIP. Hal ini terlihat dari berbagai media, terutama media sosial. Puan Maharani banyak dipromosikan oleh timnya. Mulai dari opini untuk memperbaiki citra Puan, hingga promosi-promosi terkait program kerjanya sebagai Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Republik Indonesia.

Namun sayangnya, jabatan Puan yang hanya karena pengaruh kuat ibunya terhadap presiden Jokowi yang selama ini selalu disebutnya sebagai petugas partai, Puan Maharani dipandang tak punya program unggulan sebagai Menteri. Semua promosi-promosi timnya hanya menjadi bahan tertawaan di media sosial.

Sementara Prananda Prabowo yang saat ini tengah menjabat sebagai ketua DPP bidang ekonomi kreatif, jarang muncul di depan publik. Konon, ia disiapkan sebagai “satria piningit” untuk mengambil alih pimpinan PDIP. Meskipun demikian, sepertinya, Prananda Prabowo akan sulit diterima publik apabila tiba-tiba muncul tanpa punya sejarah dan rekam jejak di masyarakat. Agus Yudhoyono adalah bukti nyatanya. Tak ada angin tak ada hujan, ia tiba-tiba muncul dan menjadi calon kandidat gubernur DKI Jakarta. Namun apa yang terjadi? Ia berakhir tragis, hanya bertahan hingga putaran pertama. Hal ini menjadi bukti bahwa siapapun yang ingin membangun persepsi publik dan menjadikan dirinya bisa diterima oleh masyarakat, perlu waktu panjang. Tidak serta merta nongol di depan publik begitu saja, meski ia merupakan putra dari mantan pemimpin nomor satu republik ini.

Tokoh terakhir yang digadang-gadangkan untuk menggantikan posisi Megawati adalah Presiden Joko Widodo. Jargon “PDIP No, Jokowi Yes” yang beberapa tahun silam sempat ramai diperbincangkan publik, kini jargon tersebut kembali gempar menyeruak ditengah kabar akan pensiunnya Megawati dari dunia politik dan PDIP. Hal ini menunjukkan bahwa sejatinya kekuatan PDIP sangat bergantung pada kredibilitas dan popularitas Jokowi.

Tak hanya itu, banyak pula yang berpendapat bahwa berdirinya Partai Solidaritas Indonesia (PSI) sebagai batu loncatan kedua jika pada Pilpres 2019 nanti Jokowi ditendang PDIP, Pendapat ini sangat mungkin terjadi mengingat PSI yang masih pagi sudah menyatakan sikap mendukung Jokowi di Pilpres 2019. Dukungan tersebut disampaikan ketika sejumlah jajaran pengus DPP PSI menyambangi Istana Negara pada Selasa 11 April 201 kemarin.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline