Lihat ke Halaman Asli

puisi marah

Diperbarui: 17 Juni 2015   13:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Meranggas !
kaku, kering tapi dingin siap terlempar ke brumbrang.
itu aku !
sebegitu rapuhnya,
jangan kata mencengkram menghalaupun aku lemah
bahkan tak kuasa.
ini apa ?
hidup semacam apa ?
cinta yang apa ?
mencabik cabik.
perih tau !!!
menusuk !
sakit ! teramat sakit !
Kau merasa ?

Ah sudah tak penting bertanya peraasan.
kau buta akan itu,
kau tuli !
kau bisu !
kejam kau, mengolah cinta menjadi benci.
kau bukan manusia pekok, kan ?
hahaha !!! kau yang pernah indah
kau tahu serta merta kau layu membusuk
serentak dengan saat kau membuang cintamu.
dan menjijikannya aku.
aku tak kuasa turut membuang cintaku.

itu kejam tau !
bikin segala hidup meradang.
bayangkan saja !
rasakan saja!
ah tidak tidak, kau tak sepeduli itu untuk merasakan rasaku
tak sepeduli itu !!!
sudah nikmati saja keegoisan gilamu
hidup sana dengan pola konyolmu.
pergilah !
jangan tanggung !
jangan cuma cinta mu yang pergi
hapus saja aku.
pecahkan saja !
buang !
sejauh jauhnya.

aku
harus berterima kasih padamu ?
hah, untuk apa ?
untuk kekejaman ini ?
untuk hatiku yang tercabik ?
untuk jantungku yang hampir menyerpih
untuk darahku yang kaku ?
ah sebaiknya kau harus lebih pintar.
siapa yg lebih baik memberi.
aku dalam meradang tetap memberi cinta buatmu
sekalipun dalam marah
juga benci.
sedang kau ?
liat saja kekejamanmu itu lewat matamu.

syukurlah marahku tak sudi membunuhmu.
aku lebih memilih meranggas dan berguguran serentak dengan daun daun kering yang tertiup semilir angin malam yang rendah.

bahkan sebaiknya kau tengok cinta yang masih ada, lalu hinalah dirimu sendiri




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline