Berdasarkan world bank institute pengertian dari PPP atau public private partnership yaitu kontrak jangka nanjang antara pihak swasta dan pemerintah, guna menyediakan layanan atau asset public, dimana pihak swasta menanggung resiko dan tanggung jawab manajemen. Sementara itu asian development bank menyebutkan bahwa kemitraan public dengan swasta menggambarkan berbagai kemungkinan yang terjadi dalam hubungan etintas public dan swasta dalam konteks infrastruktur dan layanan lainnya. Kemudian mengenai tujuan dari adanya PPP adalah financing, merancang, mengiplementasikan dan mengoprasikan fasilitas serta layanan sector public dengan karakteristik utama ketentuan layanan jangka panjang, pengalihan risiko ke sector swasta serta berbagai kontrak jangka panjang yang disusun antara badan hukum dan pemerintah. Hal tersebut dijelaskan oleh komisi ekonomi PBB untuk eropa.
Penggunaan system PPP di Indonesia secara resmi telah dianut pemerintah mulai tahun 1998, dengan adanya Keputusan presiden No.7 tahun 1998 yang kemudian diundang-undangkan. Peraturan mengenai PPP di Indonesia menggalami beberapa kali perubahan guna lebih memaksimalkan pembangunan dengan system PPP tersebut. Pembaharuan terakhir yaitu pada tahun 2015. Diterbitkannya peraturan presiden No. 38 tahun 2015 mengenai perluasan dan substansial daftar sector yang dapat dilakukan oleh proyek KPBU yatau Kerja sama Pemerintah Badan Usaha. Pada peraturan ini tidak hanya memperluas dari peraturan sebelumnya mengenai infrastruktur ekonomi, tetapi juga turut ditambahkan mengenai kepentingan infrastruktur secara social. Berikut merupakan daftar infrastruktur yang dapat dibangun dengan system PPP:
- Transportasi publik
- Jalan umum
- Sumber daya air dan irigasi
- Air minum
- Pengelolaan air limbah terpusat dan local
- Pengelolaan sampah
- Telekomunikasi dan informatika
- Daya listrik
- Minyak, gas, dan energi terbarukan
- Konservasi energi
- Fasilitas perkotaan
- Sarana dan prasarana Pendidikan
- Sarana olahraga dan seni
- Area public
- Pariwisata
- Kesehatan
- Pemasyarakatan
- Perumahan
Selain itu peraturan No.38 juga memberikan peningkatan terkait regulasi dan hal teknis mengenai proyek KPBU. Dengan Tanggung jawab dibebankan pada Kemenkeu, Kemendagri, BPN dan BPPN.
Pembangunan infrastruktur merupakan hal utama yang diprioritaskan Presiden Joko Widodo karena dinilai sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi. Hal tersebut selaras dengan penelitian Professor Ekonomi, Universitas Auvergne Prof Demurger. Keputusan yang di ambil oleh Presiden Joko Widodo sendiri dimaksudkan untuk memperbaiki dan menyediakan infrastruktur dengan kualitas yang baik, mengingat Indonesia masih berada di peringkat bawah mengenai kualitas infrastruktur. Pembangunan infrastruktur tentu tidak cukup dibiayai dengan dompet pemerintah atau APBN, sehingga pembangunan infrastruktur beberapa tahun terakhir menggunakan system PPP yang memberikan kesempatan kepada swasta untuk turut berkontribusi. Berdasarkan ungkapan Kemenkue guna mendukung adanya kerja sama antara pemerintah dengan pihak swasta pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) No 67 Tahun 2005, Perpres No 13 Tahun 2010, Perpres No 56 Tahun 2011,Perpres No 66 Tahun 2013 yang mengatur mengenai pola, bentuk dan ketentuan pelaksanaan proyek kerjasama pemerintah swasta yang berada di Indonesia. Teknis dari pelaksanaan proyek PPP yaitu dengan prinsip project financing. Project financing yaitu prinsip yang menempatkan swasta sebagai pihak yang memiliki kewajiban untuk melakukan pembangunan, perawatan, pengoprasian dengan dana relative kecil dan sebagian besar dana dibantu beberapa sumber lainnya, seperti bank dan lembaga lain sebagai pihak peminjam uang. Sementara pemerintah selaku pemilik dari infrastruktur tersebut bertugas memberikan kompensasi kepada pihak swasta selama jangka waktu tertentu berupa hak konsesi. Jika masa konsensi pihak swasta telah selesai maka infrastruktur akan otomatis kembali kepada pemerintah.
Salah satu pengaplikasian system PPP dalam pembangunan infrastruktur di Indonesia adalah pembangunan kereta cepat Jakarta- Bandung. Pembangunan kereta cepat Jakarta- Bandung bertujuan untuk mempersingkat waktu jarak tempuh Jakarta ke Bandung atau sebaliknya, dimana kedua kota tersebut merupakan kota metropolitan yang dinilai memiliki produktivitas serta mobilitas yang tinggi, sehingga berdampak pada pertumbuhan ekonomi. Selain itu Pemerintah Indonesia juga menunjukan kepada dunia bahwa Indonesia merupakan targer yang tepat untuk melakukan Investasi, karena pertumbuhan dan perkembangan investasi di Indonesia sangat pesat. Pembangunan kereta cepat Jakarta bandung merupakan bentuk kerjasama pemerintah Indonesia dengan china. Direncanakan pembangunan dengan jarak tempuh sekitar 142,3 Km. Pembangunan ini memang direncanakan agar tidak mengambil dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan dana yang digunakan murni bersumber dari PPP. Skema PPP yang telah disepakati oleh pemerintah adalah B to B atau yang biasa disebut business to business. Dengan menggunakan skema B to B ini, maka mendorong pihak Indonesia dan pihak China membentuk anak Lembaga atau pembentukan konsorsiun yang bernama PT Kereta Api Cepat Indonesia China (PT KACIC). BUMN Indonesia dengan anak Usaha PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI) sementara BUMN china dengan anak usaha China Railway International Co. Ltd. Pembentukan PT kereta Api Cepat Indonesia China resmi dibentuk ketika ditandatangganinya Joint Venture Agreement atau JVA oleh PBSI dan China railway International. Co.ltd.
Meskipun pembangunan infrastruktur di lakukan dengan system PPP tidak menutup kemungkinan adanya permasalahan yang muncul baik keterlambatan, pembengkakan biaya, kerusakan akibat bencana dan lain sebagainya. Dan tentunya kedua belah pihak memegang konsekuensi yang sama dalam menghadapi permasalahan tersebut.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H