Lihat ke Halaman Asli

Nurvia Istiyani

Content Writer

Disebut 'Krisis dalam Krisis', Gempa Memperparah Keadaan Suriah

Diperbarui: 9 Februari 2023   14:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi reruntuhan gempa. (Pexels.com/SanejPrasad)

Pasca gempa yang mengguncang Suriah dan Turkiye pada Senin (6/02/2023) telah menewaskan lebih dari 5.000 orang dan menyebabkan ribuan lainnya terluka. Di Suriah, wilayah barat laut negara, seperti kota Aleppo, Hama, Latakia, dan Tartus menyumbang sebagian besar korban. Ketika gempa bumi berintensitas tinggi menyerang, ribuan kematian dan kerusakan properti milliaran dollar adalah efek utama yang mejadi fokus para ahli. 

Memulihkan kota-kota yang diterpa gempa tentu membutuhkan waktu, tenaga dan dana yang tidak sedikit. Sebelum terjadi gempa, Suriah sedang berjuang membangun kembali infrastruktur vital negara yang rusak berat akibat pemboman bandar udara yang terjadi selama satu dekade dalam perang saudara.

Kondisi ini tentu memperparah keadaan Suriah sebagai sebuah negara, sehingga El-Mostafa Benlamlih seorang koordinator PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) kemanusiaan dan penduduk di Suriah menyampaikan bahwa gempa yang terjadi di Suriah itu adalah "krisis dalam krisis".

Konflik Suriah

Perlu diketahui, bahwa sebelum gempa yang mengguncang Suriah pada Senin lalu, Suriah adalah negara yang sedang berkonflik. Konflik saudara di Suriah selama lebih dari satu dekade terjadi antara kelompok tentara yang mendukung Presiden Bashar al-Assad, pemberontak yang tidak menginginkan Assad dan ISIS (Islami State of Iraq and Suriah).

Konflik yang berlarut dan rumit di Suriah bermula ketika banyak warga Suriah mengeluh terhadap tingginya jumlah pengangguran, pejabat yang korupsi, dan kurangnya kebebasan politik di bawah pemerintahan Presiden Assad. Kemudian, situasi berkembang menjadi perang saudara besar-besaran setelah penembakan kepada pengunjuk rasa yang meminta pemerintah untuk melepaskan penangkapan dan dikabarkan menyiksa 15 anak sekolah karena menulis grafiti anti-pemerintah yang terjadi pada 2011, di Deraa, Suriah.

Pengunjuk rasa yang marah langsung menuntut Assad untuk mundur, namun Assad yang masih memiliki banyak pendukung di Suriah dan jajaran pemerintahannya menolak untuk menuruti tuntutan pengunjuk rasa tersebut. Sehingga terjadilah pertikaian, yang kemudian Palang Merah Internasional pada Juli 2012 mengatakan bahwa kekerasan di Suriah telah meluas hingga berada dalam keadaan perang saudara.

'Krisis dalam Krisis' di Suriah

Dalam situasi perang atau negara berkonflik, selain instabilitas pemerintahan terjadi, perempuan dan anak adalah korban yang paling rentan dan berdampak akibat perang. Krisis kemanusiaan yang melanda Suriah kini diperparah oleh situasi pasca gempa, WHO (World Health Organization) menyebutkan bahwa angka kebutuhan kali ini menjadi yang paling tinggi setelah hampir 12 tahun berturut-turut, WHO juga mengimbuhkan bahwa hal ini akan rumit karena dana kemanusiaan untuk Suriah terus menurun. 

Namun, WHO mengatakan mereka sedang mengirimkan pasokan darurat, termasuk trauma dan peralatan bedah darurat, dan mengaktifkan jaringan tim medis darurat.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline