Pernahkah kamu tiba-tiba merasa ingin membeli sesuatu yang sebenarnya tidak kamu butuhkan, hanya karena sedang merasa sedih atau cemas? Jika iya, maka kamu mungkin pernah mengalami yang namanya "doom spending". Istilah yang mungkin terdengar asing ini, ternyata sedang menjadi tren di kalangan generasi muda, terutama Gen Z dan Millenial.
Doom spending, atau dalam bahasa Indonesia bisa diartikan sebagai "belanja karena kiamat", adalah kebiasaan membeli barang atau jasa secara impulsif sebagai cara untuk mengatasi perasaan negatif seperti kecemasan, stres, atau kesepian.
Saat merasa tidak nyaman dengan situasi yang sedang dihadapi, seseorang yang melakukan doom spending cenderung mencari kepuasan instan dengan cara berbelanja.
Mengapa Doom Spending Terjadi?
* Pelarian dari Realitas: Belanja menjadi semacam pelarian dari masalah yang sedang dihadapi. Dengan membeli sesuatu yang diinginkan, seseorang merasa sejenak melupakan masalahnya.
* Mencari Penghiburan: Belanja dianggap sebagai cara yang efektif untuk menghibur diri. Ketika merasa sedih atau bosan, membeli barang baru bisa memberikan rasa senang sesaat.
* FOMO (Fear of Missing Out): Takut ketinggalan tren atau memiliki barang yang sama dengan teman-teman membuat seseorang terdorong untuk terus berbelanja.
* Influencer Marketing: Pengaruh dari influencer di media sosial juga menjadi pemicu. Ketika melihat orang-orang yang diikuti membeli barang tertentu, kita jadi tergoda untuk mengikutinya.
Dampak Doom Spending
* Masalah Keuangan: Kebiasaan belanja impulsif ini dapat menyebabkan masalah keuangan, seperti utang yang menumpuk dan kesulitan memenuhi kebutuhan sehari-hari.