Lihat ke Halaman Asli

Money Politik atau Ongkos Politik?

Diperbarui: 23 Juni 2015   22:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Money politik tak pernah bisa terlepas dari pemilu ataupun pilkada. Money politik atau politik uang adalah sebuah bentuk pelanggaran dalam kampanye yang biasanya dilakukan simpatisan, kader atau pengurus partai politik menjelang pemilu. Praktik politik uang dilakukan dengan memberikan uang, sembako maupun barang-barang lainnya untuk menarik simpati masyarakat. Praktik politik uang/money politik merupakan alat untuk mempengaruhi keputusan seseorang dalam menentukan pilihannya baik wakil rakyat maupun pemimpin yang diusung oleh partai politik tertentu. Kondisi ini dipastikan dapat mempengaruhi bahkan mengubah keputusan yang diambil, dimana tidak lagi berdasarkan baik tidaknya keputusan tersebut bagi orang lain tetapi keuntungan yang didapat dari keputusan tersebut.

Money politik dilakukan karena antusiasme yang dimiliki oleh calon legislative maupun calon pemimpin untuk mendapatkan kekuasaan dan untuk menguasai sumber-sumber ekonomi. Antusiasme menjadi pejabat dalam konteks Indonesia kekinian memang ironis meskipun tidak ada kepercayaan dari rakyat terhadap pejabat publik, birokratik atau politis, tetapi keinginan orang untuk menjadi pejabat tampaknya tak pernah surut. Dalam Pilkada, biasanya para calon menyuap calon pemilih agar memberikan suaranya sehingga dia terpilih. Akibatnya, ongkos untuk menjadi kontestan pilkada sangatlah mahal.

Praktek politik uang di Indonesia memang tidak mudah diberantas. Masa kampanye bagi rakyat, adalah saat dimana rakyat memperoleh berbagai fasilitas seperti uang, kaos, topi, kalender dari berbagai partai poitik peserta pemilu. Masa kampanye inilah yang membuat partai politik dan para calon legislative melakukan praktek politik uang, karena besarnya biaya yang dikeluarkan untuk mendongkrak suara dari masyarakat maka dapat disebut pula dengan ongkos politik.Namun, sikap rakyat telah tumbuh ke arah kritis bukan lagi apatis. Barangkali karena rakyat tidak peduli, sebab sudah bosan dengan perilaku buruk para pejabat yang menjadi memenuhi berita setiap hari dan mereka tidak pernah memihak kepentingan rakyat.

Para pemimpin idealnya wajib merupakan pribadi yang cerdas, berani, dan jujur. Ekspektasi rakyat menjadi jungkir balik ketika seorang pejabat teridentifikasi terlibat korupsi, kolusi, dan nepotisme. Akibatnya penilaian masyarakat terhadap para pejabat cenderung buruk bahkan negatif. Berkaitan dengan korupsi, para pejabat yang terlibat sebenarnya bertindak melebihi hak yang dia miliki dan pada saat yang sama mengurangi kewajiban untuk membela kepentingan rakyat. Tindakan ini benar-benar bertentangan dengan harapan masyarakat, dimana masyarakat telah memberikan kepercayaan kepada mereka tetapi mereka malah menyalahgunakan kekuasaannya untuk kepentingan pribadi maupun golongannya salahsatunya untuk mengganti ongkos politik yang ia gunakan dalam proses kampanye. Menurut pandangan saya masyarakat kini telah berproses menuju warga negara yang cerdas dalam memilih wakilnya baik dalam Pemilu maupun Pilkada. Semoga.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline