Halo, teman-teman. Bahagia rasanya bisa gabung komunitas CAK KAJI (Cangkrukan Kompasianer Jatim), karena banyak banget acara sarat faedah yang bisa kita ikuti. Tidak hanya event offline, kita juga bisa menggapai banyak ilmu dan wawasan, dengan mengikuti sejumlah acara online. Salah satunya IG live, yang dihelat Sabtu, 25 Mei jam 19.00 -- 20.00 di akun IG @ammachemist dan @belalangcerewet.
Dalam kesempatan ini, mas Rudi (pemilik akun dan blog belalangcerewet.com) berbagi cerita mengenai dunia editing. Berikut saripati dari acara online tersebut.
Bagaimana ceritanya Mas Rudi bisa kerja jadi editor? Kenapa pilih profesi ini?
Awal mula tertarik jadi editor setelah ikut peluncuran buku NH Dini pada awal kuliah. Novelis gaek ini bilang bahwa karyanya bisa tampil bagus berkat tangan dingin seorang editor. Di balik buku yang bagus, ada kontribusi penyunting yang sudah berjuang membuat naskah menjadi menarik.
Bisa diceritakan pernah ngedit buku dari penerbit mana aja?
Kalau inhouse, pernah kerja di penerbit buku sekolah, lalu pindah ke penerbit buku populer, yakni genre motivasi dan bisnis. Untuk freelance, pernah ikut ngedit kamus Indonesia-Inggris Hassan Sadily & John M. Echols terbitan Gramedia, seneng karena panduannya jelas dan honornya cepat cair.
Apa bedanya editing buku sekolah dan buku umum
Buku sekolah lebih banyak elemennya, terutama rubrik untuk memperkaya materi pelajaran. Belum lagi contoh soal dan pembahasannya, harus teliti. Editor buku sekolah juga harus mencari foto-foto yang diperlukan untuk mendukung naskah. Atau kalau bentuknya ilustrasi, ya editor memesan kepada ilustrator dengan deskripsi yang detail. Tugas lebih rumit kalau buku yang diedit adalah buku proyek karena biasanya sangat lengkap, termasuk indeks dan glossary.
Yang tak kalah penting, menyesuaikan konten buku dengan panduan Pancasila agar tidak sampai melanggar HAM, sensitivitas gender, menyinggung isu SARA atau yang bermuatan pornografis.
Kalau buku umum lebih luwes, fokusnya adalah menyajikan buku seenak mungkin dengan ide-ide yang lebih kaya dan kekinian sesuai dengan kebutuhan pembaca. Intinya, banyak inovasi atau gebrakan yang bisa dilakukan saat mengemas buku umum ketimbang buku sekolah -- walau tentu saja isu SARA tetap diperhatikan.