Yuhuuu, senangnyaaa bisa kumpul keluarga di momen mudik kali ini. Adik ipar saya pada pulang ke Jawa Timur. Udah pasti, mereka sibuk hunting aneka kuliner khas kota pahlawan. Sayangnya, kalo momen mudik ini, banyak destinasi kuliner yang tutup shaayy! Yah, maklum aja, para bakul kan mayoritas juga mudik ke kampung halaman masing-masing. Jadinya, kami muterrr, kemudian mendapati fakta bahwa spot kuliner yang masih buka mayoritas adalah warung milik orang Madura. Fun fact nih gaes, mayoritas orang Madura itu mudiknya pas Idul Adha, bukan di momen Idul Fitri. Kamipun menjajal sejumlah kuliner menu Madura, dan triiingg! Tiba-tiba, salah satu adik iparku berujar spontan,"Uhuuii! Kita langsung kulineran ke pulau Madura aja, yuk gaes?" Wokaayy, cuss gaskeuuunn!
Bicara kuliner populer di Bangkalan Madura, biasanya orang langsung terbayang Bebek Sinjay. Tapii, terlalu mainstream kayaknya wkwkw. Selain itu, usia kami nih sudah masuk 40++, itu berarti sebaiknya kami berburu kuliner yang tidak rentan bikin bodi jadi acakadut. Yeah, seperti yang kita ketahui bersama, olahan bebek itu enak di lidah, tapi sering jadi tersangka utama melonjaknya angka kolesterol! Huffft. Plus, melonjaknya angka timbangan juga sik, karena bebek goreng termasuk menu "maling nasi". Hadehh, mosok udah puasa sebulan badan jadi kurusan; ntar sibuk mengunyah bebek goreng full kolesterol, bisa-bisa timbangan auto geser ke kanan dong?
Akhirnya kami berusaha searching, sekaligus tanya kolega saya yang orang Madura tulen, kira-kira ada apa nggak, kuliner bebek yang enak sekaligus sehat?
"Ada, mbaaa! Coba aja Bebek Songkem Pak Salim. Lokasinya nggak seberapa jauh dari Bebek Sinjay, kok. Sekitar 200 meter sebelum Warung Sinjay yang lama. Artinya, kalo dari arah Surabaya ada di kanan jalan," ujar kolega saya.
Okay, noted, Bebek Songkem. Penasaran juga, kok bisa yaaa, bebek songkem mengklaim sebagai bebek yang sehat dan bebas kolesterol?
Kami bertemu dengan Pak Bambang Hermanto, owner Bebek Songkem. Ternyata, Bebek songkem ini diolah dengan cara DIKUKUS tanpa air, tapi pakai pelepah/ gedebok pisang. Bebek kan elemennya diselimuti kolesterol yhaaa. Nah dengan metode pengukusan menggunakan pelepah pisang, itu artinya seluruh kolesterol bakal nemplok di batang gedebog itu. Walhasil, sajian bebek songkem adalah menu olahan bebek zonder elemen kolesterol jahat.
Sempat tebersit dalam benak, kalau makanan sehat, biasanya rasanya agak gimanaaaaaa gitu kan? Kurang bisa memanjakan lidah hihihi. Ternyataaaa, no worries, gaes! Sehat bukan berarti nggak enak lho. Kita tetap bisa menikmati olahan bebek songkem dengan citarasa yang super flavorful! Bumbu rempahnya menerbitkan aroma sedap. Bebeknya juga diolah dengan tingkat kematangan yang pas. Enggak mblenyek, tekstur bebek masih berasa, tapi juga bukan tipe yang alot gitu. Kita bisa menjajal bebek songkem versi kukus (original). Kalau mupeng varian bebek songkem goreng juga ada kok. Makan pakai nasi pulen hangat, lalu dicocol ke sambal mangga muda, omaygaatt, ini super duper mak nyusss, top markotop, endaaangg bambang gulindaaangg!
Filosofi Bebek Songkem
Sambil menikmati bebek songkem, kami ngobrol seru dengan Pak Bambang Hermanto. Kenapa ya, kok kuliner ini dinamai Bebek Songkem? Songkem (Bahasa Madura) sama artinya dengan sungkem (Bahasa Jawa), sering dikaitkan dengan sungkem pada orang-orang yang kita hormati, seperti orangtua, kyai dan tokoh. Di setiap desa di Madura, minimal ada seorang kyai, yang dengan sukarela mengajari ngaji anak-anak desa tanpa digaji. Sebagai bentuk tanda terima kasih wali santri pada kyai tersebut, maka pada hari-hari tertentu, wali santri membawakan oleh-oleh spesial berupa bebek atau ayam. Bebek ini dimasak dengan cara dikukus tanpa air selama kurang lebih 3 jam dengan posisi leher dan kepala bebek ditekuk menunduk seperti orang sungkem.