Nama : Nurul Hanifah Nasution
Nim. : 07041182227024
Kelas. : A Indralaya
Dosen Pengampuh : Nur Aslamiah Supli, BIAM., M.Sc
Sebagai satu-satunya pemimpin kawasan dan anggota ASEAN, Indonesia bekerja keras untuk mencapai perdamaian di Asia. Salah satu cara yang berhasil adalah dengan menggelar Jakarta Informal Meeting atau JIM. Jakarta Informal Meeting diadakan di Bogor pada tanggal 5 dan 28 Juli 1988, dan di Jakarta pada tanggal 19 dan 21 Februari 1989, dengan tujuan untuk menyelesaikan konflik antara dua negara Asia Tenggara, Indonesia dan Vietnam. Melalui perjanjian ini, Indonesia berhasil memungkinkan kedua negara untuk terhubung kembali dan menyelesaikan konflik yang berkepanjangan.
Latar Belakang Pertemuan Informal di Jakarta
Kamboja dan Vietnam adalah dua negara yang terlibat dalam konflik berkepanjangan yang telah mengakibatkan banyak kematian. Mengutip jurnal ilmiah berjudul Peran Indonesia dalam Proses Penyelesaian Konflik Kamboja (Periode 1984-1991) yang ditulis oleh Maradona Runtukahu, konflik antara Kamboja dan Vietnam dipicu oleh pergolakan dan besarnya ketegangan politik dalam negeri.
Puncak konflik Kamboja-Vietnam terjadi pada akhir tahun 1978, ketika terjadi bentrokan antara rezim Khmer Merah dan Vietnam. Dalam konteks ini, telah terjadi peningkatan jumlah pengungsi Vietnam di Kamboja, mendorong Vietnam masuk kembali ke negara tersebut dengan tujuan melestarikan genosida.
Rezim Khmer Merah akhirnya dikalahkan saat invasi ke Vietnam pada Januari 1979. Belakangan, Vietnam mendirikan pemukiman baru di Kamboja yang dipimpin oleh Heng Samrin.
Namun hal ini tidak mendapat perlawanan dari berbagai pihak Kabupaten dan menyebabkan perang yang berkepanjangan dan terus memakan korban tanpa tanda-tanda penyelesaian.
Hal inilah yang menyebabkan Indonesia dan negara-negara ASEAN lainnya meninggalkan media tradisional untuk mencari solusi yang lebih efektif, andal, dan komprehensif. Menteri Luar Negeri Indonesia Ali Alatas memimpin Jakarta Informal Meeting untuk menyelesaikan konflik Kamboja-Vietnam.