Selamat hari kartini
Eh ngomongin kartini, perjuangan apa sih yang kalian ingat untuk keperempuanan?.
Pasti pendidikan kan, kesetaraan perempuan dalam mendapatkan pendidikan. Itu point utama yang biasanya diangkat dalam tema "Hari Kartini".
Terus sekarang pendidikan di Indonesia sudah setara belum? Bisa gak laki-laki dan perempuan duduk bersama dalam konteks mengemban ilmu?
Pasti jawabnya "bisa dong, sekarang apapun dan siapapun kamu berhak sekolah setinggi2nya."
Nah buat kartini nowadays, kita punya 2 pilihan. Mengingat sejarah dan mengulangnya hanya sebatas narasi, atau lebih milih melanjutkan perjuangan?. Dua2nya benar, tergantung pilihan.
Ada satu hal yang harus menjadi pemikiran bersama, bahwa berbicara pendidikan tidak hanya berbicara hak, tapi juga kemauan atau mindset. Masih ada loh ternyata di daerah tertentu yang mereka belum mendapat akses pendidikan. Tapi bukan dalam segi materi, melainkan segi pemikiran. Bukan tidak ada sekolah, atau dilarangnya perempuan bersekolah. Tapi masih munculnya mindset "perempuan tugas nya cuma dapur, kasur, sumur." Masak, nyuci, melayani suami, singkatnya begitu.
Nah buat kamu yang milih berjuang, hal apa sih yang masih perlu diperjuangkan untuk pendidikan perempuan saat ini?.
Dimulai dari diri kita sendiri. Menempuh pendidikan secara SADAR bahwa pendidikan kita perlukan sebagai bekal hidup. Memperkaya diri dengan wawasan agar hidup kita lebih bermanfaat dan lebih "melek" atau aware dengan isu yang sedang di hadapi oleh generasi kita saat ini. Maksudnya begini, kamu harus sadar bahwa pendidikan itu tidak ada hubungan nya dengan tujuan akhir kamu mau memilih sebagai ibu rumah tangga atau perempuan karir.
Jika keputusan kamu adalah menjadi ibu rumah tangga, bukan berarti pendidikan cukup 12 tahun saja. Ada pendidikan formal dengan lanjut perguruan tinggi, pendidikan nonformal dengan kursus kejuruan, atau pendidikan informal berupa pendidikan keluarga atau lingkungan. Intinya kamu harus tetap belajar, itu inti dari perjuangan kartini. Semangat haus akan pendidikan harus membara dalam diri kamu.
Semua profesi adalah pilihan, tapi melanjutkan pendidikan bukan pilihan. Saya yakin yang diinginkan kartini bukan sekedar diingat kisahnya, lalu diceritakan turun temurun. Hal yang saya yakini tentang keinginan kartini adalah bara api perjuangan dan pendidikan yang berkobar disetiap jiwa perempuan. Dengan menjadi perempuan terdidik, kamu mampu memberi kontribusi nyata untuk kemajuan dan kenyamanan hidup bangsa dan manusia kedepannya. Memandang hal yang timpang menjadi sebuah isu untuk diselesaikan, dan semua hanya bisa diselesaikan jika kamu mumpuni, atau kamu terdidik.
Semangat perempuanku, jangan terlena setelah menceritakan kembali atau mengulang tontonan kisah kartini. Kisah itu ada untuk terus dihidupkan sampai menuju titik terang bahwa perempuan adalah manusia dan subjek dalam kehidupan ini. BUKAN SECOND MAN, tapi subjek utuh. Perempuan mampu bersaing sebagai manusia dengan kesadaran penuh.
Salam hangat
Nowie Shahabiyah