Lihat ke Halaman Asli

Nurul Mahmudah

Generasi Sandwich Anak Kandung Patriarki

Menjadi Korban Patriarki

Diperbarui: 13 Februari 2021   22:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi pribadi

Perempuan dan sejuta perannya dalam kehidupan. Laki-laki dengan segala tuntutannya demi kehidupan. Saya suka sekali dengan kata "mubadalah". Singkatnya kata ini kita artikan sebagai "kesalingan". Apa yang kamu rasakan, orang lain juga akan rasakan. Apa yang kamu berhak dapatkan, maka orang lain juga berhak dan layak untuk mendapatkannya.

"Ditengah tingginya angka depresi karena tuntutan hidup yang dialami manusia, kita bisa mengambil pilihan untuk saling membantu tanpa pandang gender,"

Dalam isu patriarki, perempuan dijadikan objek pembicaraan, sedang laki-laki adalah subjek tunggal. Laki-laki ambil peran, perempuan bantu peran. 

Laki-laki yang memutuskan, perempuan patuh saja. Apalagi jika kerut patriarki ini kita Tarik dengan garis keras agama. Ini anggapan orang, bahwa patriarki adalah produk agama. 

Ketika keterlibatan peran laki-laki dalam konteks keagamaan selalu diagungkan, tapi tak berlaku jika tokohnya diganti berjenis kelamin perempuan. Ini anggapan orang, menjadi agamis berarti menjadi patriarkis, karena teks agama kerap mendukung untuk menyudutkan perempuan dalam ranah domestic.

Bagiku, makna patriarki berbeda. Disaat ribuan orang menganggap bahwa patriarki membunuh perempuan, aku tak mengiyakan itu. Patriarki tak hanya membunuh perempuan, tapi juga laki-laki. Relasi tumpang tindih memang sangat jelas digambarkan dalam sistem patriarki. Lalu siapa yang menjadi korban sistem ini?

Jawabannya adalah "kita semua".

Terbunuhnya peran public, otoritas diri dan self determination perempuan bukan satu-satunya dampak dari sistem ini. Laki-laki juga terbeban dengan konsep manly / gentleman yang dipakai patriarkis. Respon emosional laki-laki dipasung dan ditumbangkan.

"laki-laki harus kuat, gaboleh nangis, harus maju, harga diri laki-laki adalah bekerja,"

Itulah contoh yang aku bilang pembunuhan karakter, dan menciderai emosional laki-laki. Padahal tak apa untuk menangis, tak apa untuk menjadi rapuh, tak apa untuk merasa lemah, dan tak apa untuk merasa gagal. Karena gagal tak pernah menyusur korbannya berdasar gender. Bukankah semua berjalan seimbang di dunia ini?.

Jika ada suka maka ada duka, jika ada kuat maka ada lemah. Semuanya seimbang di dunia ini dengan konsep kehidupan "mubadalah" ala Tuhan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline