Lihat ke Halaman Asli

Nurulloh

TERVERIFIKASI

Building Kompasiana

Proxy War: Duo Korea

Diperbarui: 26 Juni 2015   19:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_24928" align="alignright" width="400" caption="Model rudal Scub-B Korea Utara dan rudal lain milik Korea Selatan dipajang di Museum Peringatan Perang Korea, di Seoul, Korsel./AP photo/Ahn Young-joon"][/caption] Akibat baku tembak (10/11) antara Korea Utara (Korut) dengan Korea Selatan (Korsel) di Laut Kuning, hubungan dua Korea ini memanas kembali, terlebih ketika kapal patroli Korut terbakar akibat serangan Angkatan Laut (AL) Korut. Hubungan kedua negara selalu diliputi ketegangan karena kedua Korea ini sejatinya sampai saat ini belum ada kesepakatan damai akan Perang Korea pada tahun 1950-1953. Kedua Korea ini hanya menyepakati genjatan senjata yang masa berlakunya sudah habis. Perang Korea yang terjadi tahun 50-an itu merupakan perang perpanjangan tangan (Proxy War) kedua aktor utama yang sedang memperebutkan hegemoni dunia yaitu Uni Soviet dan Amerika Serikat (AS). Korsel yang di backup oleh AS dan sekutunya termasuk negara-negara Britania dan jepang berusaha menguasai Semenanjung Korea untuk melawan kekuatan Uni Soviet dan China yang secara terang-terangan membela Korut dengan mengirimkan pasukan dan persenjataan pada Perang tersebut. Semenanjung Korea merupakan semenanjung yang membatasi kedua Korea ini. Korut menjadi condong ke Utara karena geopolitiknya dan pengaruh Uni Soviet yang saat itu tengah gencar melakukan tindakan apapun termasuk perang melawan AS dan sekutunya. Bagi siapa yang dapat menguasai Semenanjung ini, maka ia akan dapat mudah melebarkan "sayap-sayap" hegemoni dan ideologinya. Namun belum sampai menemukan "pemenangnya", kedua Korea itu sepakat untuk melakukan genjatan senjata pada Juli 1953 karena desakan PBB dan melihat banyaknya korban yang jatuh dikedua pihak, namun Presiden Korsel saat itu, Seungman Rhee tidak bersedia menandatangai perjanjian genjatan senjata itu tetapi ia berjanji untuk menghormatinya. Sampai saat ini sebenarnya Perang Korea belum mencapai kata perdamaian yang hakiki sehingga masih sering terjadi ketegangan hubungan kedua negara itu. Sekarang Setelah genjatan senjata pada 1953, Korut dan Korsel masih bersitegang, terlebih ketika Korut mengembangkan senjata nuklirnya dan sekarang Korut merupakan negara dengan kekuatan nuklir di kawasan bersama dengan China dan Rusia (Uni Soviet dulu). Selain ketegangan yang terjadi belakangan ini, Kedua Korea terlibat perdebatan panas mengenai kepemilikan Nuklir Korut yang dianggap Korsel mengganggu stabilitas keamanan di kawasan. China, Rusia dan AS masih turut berperan dalam masalah ini, terbutki melalui six party talk (kelompok enam negara) yang berupaya membicarakan nuklir Korut, terus melakukan lobinya yang diiming-imingi dengan batuan ekonomi.  Sejatinya AS dan Korsel menginginkan agar Korut melucuti senjata nuklirnya itu, namun Korut tetap gigih untuk mempertahankannya walaupun sudah mendapatkan banyak sanksi, baik berupa sanksi ekonomi maupun politik. Korut bersikap "kekeh" akan pendiriannya agar tetap memiliki nuklir, karena mereka berpikir bahwa dengan senjata nuklir inilah Korut akan tetap diperhitungkan di dunia walaupun dengan keadaan ekonomi yang terpuruk. Rusia selaku pewaris Uni Soviet dan China sampai saat ini tetap berada dibelakang Korut, sedangkan AS dan sekutu tetap "memainkan" Korsel sebagai "wayang" nya di Asia Timur selain Jepang. Terkait menegangnya hubungan dua Korea sekarang, seperti yang diberitakan KOMPAS (13/11), bahwa Korut siap berperang dengan Korsel dengan menyiapkan 1,2 juta militer Korut dalam siaga penuh untuk menghadapi 680.000 tentara Korsel. Nampaknya peperangan masih menjadi pilihan kedua Korea ini untuk menunjukkan kekuatan dan eksistensi. NuruL




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline