[caption id="attachment_841" align="aligncenter" width="500" caption="Presiden Kuba Raul Castro (kiri) duduk bersama Presiden Mesir Hosni Mubarak (kanan) menjelang pembukaan Konferensi Tingkat Tinggi Ke-15 Gerakan Non-Blok di Sharm Al Sheikh, Semenanjung Sinai, Mesir, Rabu (15/7).(Kompas)/AFP/CRIS BOURONCLE"][/caption] Gerakan Non-Blok (GNB) yang terbentuk dari Konferensi Asia Afrika di Bandung, 18-25 April 1955, pekan lalu (15/7) mengadakan Konferensi Tingkat Tinggi ke-15 di Sharm Al sheikh, semenanjung Sinai Mesir. KTT GNB yang mengambil tema ”Solidaritas Internasional untuk Perdamaian dan Pembangunan” kali ini dihadiri sekitar 50 kepala negara dari 118 negara anggota GNB. Sejumlah negara diwakili oleh perdana menteri dan menteri luar negeri (Kompas, 20/7). GNB dibentuk atas dasar rasa kebersamaan negara-negara yang saat itu baru merdeka untuk menunjukkan sikap negara-negara anggota akan ketidakberpihakannya mereka kepada dua Blok, yaitu Timur dan Barat. Blok Timur yang digawangi oleh Uni Soviet dan Blok Barat oleh Amerika serikat, pada saat itu terlibat perseteruan sengit tentang pembelaan ideologi mereka, yaitu Komunisme (Uni Soviet) dan Liberalisme (AS) yang juga berada dalam masa-masa kelam Perang dunia II. Negara-negara anggota GNB, menyatakan sikapnya bahwa mereka tidak berkiblat pada kedua blok itu dan ini juga dijadikan sebagai politik luar negeri negara-negara anggota GNB. Berdirinya GNB ini tak lepas dari peran tokoh-tokoh yang berkontribusi melahirkan sebuah Gerakan Non Blok ini, diantara tokoh-tokoh tersebut yaitu Presiden Indonesia Soekarno, Presiden Mesir Gamal Abdel Nasser, Pemimpin Ghana Kwame Nkrumah, Presiden Yugoslavia Josif Broz Tito, dan PM India Jawaharlal Nehru. Dalam KTT GNB ke-15 ini dicapai sebuah deklarasi yang isinya antara lain krisis ekonomi dan moneter global, mengharuskan komunitas internasional kembali pada komitmen atas dasar-dasar piagam PBB, hukum internasional, peningkatan kerja sama antara negara maju dan berkembang untuk mengatasi krisis saat ini, yang menjadi salah satu hambatan bagi pembangunan ekonomi dan sosial. (Kompas, 17/7) Deklarasi ini dibuat dan disepakati terkait keadaan dunia saat ini. GNB yang ada sekarang hampir tidak sama sekali berperan penting di dunia, keberadaannya pun diragukan banyak pihak. Namun dengan adanya deklarasi ini diharapkan GNB dapat lebih berperan banyak dan memberikan kontribusi besar bagi dunia. Ini terlihat ketika dalam KTT ini, negara-negara anggota mengharapkan agar GNB menjadi instrumen yang dapat meredam laju krisis finansial yang melanda dunia belakangan ini dan keinginan para anggota untuk membangun sistem ekonomi internasional yang lebih adil. GNB mengajak instrumen global lainnya seperti G-77 untuk bekerja sama dalam mengatasi krisis ini, di samping itu negara anggota juga berharap agar instrumen politik dan ekonomi serta sosial dunia bahu membahu saling membantu untuk menciptakan dunia yang lebih aman dan stabil. Serta negara anggota GNB bekerja sama dengan PBB dalam hal swasembada pangan yang berusaha diwujudkan bagi negara anggota. Pembahasan perlucutan senjata pun tak luput dari tujuan KTT ini, GNB mendesak semua pihak agar perlucutan senjata terutama senjata nuklir benar-benar dilakukan guna menciptakan perdamaian dunia yang adil dan stabil. GNB juga meluapkan keprihatinannya terhadap bangsa Palestina yang terus berkonflik dengan Israel. Dengan adanya KTT ke-15 GNB dan dibuatnya deklarasi yang terkait dengan keaadan sekarang ini, GNB berupaya agar gerakan yang lahir dari implikasi perseteruan kedua ideologi timur dan barat ini, sedang menyinkronkan keberadaannya dengan keadaan dunia sekarang. Semua ini dapat mematahakan anggapan banyak pihak bahwa GNB ini hanya sekedar organisasi atau gerakan yang sudah habis masanya dimakan waktu. NuruL
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H