Lihat ke Halaman Asli

Nurulloh

TERVERIFIKASI

Building Kompasiana

Dua Doktor Jepang Ini Bikin Aplikasi "Tsunami Aceh"

Diperbarui: 17 Juni 2015   13:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

142104800862109448

[caption id="attachment_390334" align="aligncenter" width="590" caption="Dr. Nishi Yoshimi, peneliti dan pengembang aplikasi Aceh Tsunami Mobile Museum (ATMM) dan Menjejaki Kenangan (Memory Hunting) yang berbasiskan Android dari Center for Integrated Area Studies (CIAS), Universitas Kyoto, Jepang/RUL"][/caption]

Sepuluh tahun sudah bencana Tsunami Aceh berlalu. Berbagai upacara dan seremonial diselenggarakan mengenang pedihnya bencana yang merenggut ratusan ribu jiwa. Sejak bencana tsunami terjadi hingga saat ini, negeri Serambi Mekah terus berbenah. Infrastruktur Aceh memang porak-poranda saat itu, butuh bertahun-tahun mengembalikannya.

Demi mengenang dan memberikan pembelajaran kepada masyarakat luas, saat ini Aceh telah berbenah dan memiliki banyak situs serta museum yang merekam ganasnya gelombang tsunami sepuluh tahun lalu. Saat saya berkunjung ke Aceh di pertengahan tahun lalu, saya sempatkan mengunjungi beberapa museum dan situs terkait bencana tsunami.

Mulai dari perahu yang "nyangkut" di atap rumah penduduk yang dijadikan museum, sampai museum tsunami Aceh yang megah hasil karya Wali Kota Bandung, Ridwan Kamil. Semua terekam jelas dan utuh. Ya, kita memang harus ke sana untuk mengetahui lebih jelas bencana tersebut. Namun, demi menyebarkan informasi lebih luas lagi, saat ini telah tercipta dua aplikasi yang berbasiskan sistem operasi Andorid yang dikembangkan oleh dua doktor dari Jepang. Kedua aplikasi ini mengajak penggunanya untuk berkunjung secara virtual ke Aceh, terutama dalam upaya menggali informasi bencana tsunami.

----

Berlatar belakang peneliti bencana tsunami Aceh dan tinggal di Aceh saat melakukan riset, Dr. Yamamoto Hiroyuki dan Dr. Nishi Yoshimi, berhasil mengembangkan dua aplikasi waspada bencana dan wisata virtual tusnami Aceh serta aplikasi untuk menjejaki sejarah masa lalu. Kedua aplikasi yang berbasiskan sistem operasi Android tersebut diberi nama Aceh Tsunami  Mobile Museum (ATMM) dan Menjejaki  Kenangan (Memory Hunting).

Yamamoto dan Nishi adalah dua doktor dari Jepang yang tergabung dalam Center for Integrated Area Studies (CIAS), Universitas Kyoto, Jepang. Dan beberapa hari yang lalu, Dr. Nishi berkunjung ke kantor saya di Palmerah. Nishi banyak bercerita proses dan latar belakang pengembangan dua aplikasi tersebut.

Aplikasi ATMM yang dikembangkan bersama-sama dengan Tsunami and Disaster Mitigation Research Center (TDMRC), Universitas Syiah Kuala, Aceh merupakan aplikasi yang ditujukan sebagai pendidikan siaga bencana dan wisata tsunami Aceh. Dengan menggunakan teknologi augmented reality (AR), ATMM menyajikan perubahan dan perkembangan Kota Banda Aceh dan sekitarnya pasca-tsunami dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir.

“Kami merekam tiap perkembangan di Aceh selama 10 tahun terakhir,” kata Nishi.

Dia juga menambahkan bahwa aplikasi tersebut dapat dijadikan sebagai pemandu wisata virtual bagi yang ingin mencari informasi seputar bencana tsunami di dalam museum-museum tsunami yang ada di Aceh serta foto keadaan beberapa landmark Aceh pasca-tsunami dalam kurun waktu 10 tahun.

Sebagai pemimpin tim riset, Yamamoto juga mengatakan hal yang senada. Dia berharap dengan adanya aplikasi ini dapat berbagi pengetahuan tentang bencana kepada siapa pun.

“Untuk mengurangi korban bencana alam yang akan datang dengan senantiasa memperingatkan bencana alam yang dahsyat dan mewariskan pengalaman serta pengetahuan bencana alam kepada siapa pun,” jelas Yamamoto sempat saya wawancarai melalui email.

Begitu juga dengan aplikasi Menjejaki Kenangan (Memory Hunting), merupakan satu-kesatuan proyek yang dikembangkan CIAS dan TDMRC. Namun, aplikasi Menjejaki Kenangan ini selain dikembangkan oleh Yamamoto dan Nishi, pada tahapan pembangunan teknologi aplikasi juga ditangani oleh Dr. Kitamoto dari National Institute of Informatics (NII), Jepang.

Di aplikasi ini, pengguna (masyarakat) dapat berkontribusi dan mengunggah foto hasil tangkapan mereka untuk memperkaya konten di dalamnya, meski fitur yang disediakan masih sederhana. Sebagai pengembang aplikasi dari sisi teknologi, Kitamoto berharap semua orang dapat mengembangkan aplikasi ini.

“Peluang kontribusi masyarakat akan diperluas secara bertahap, ujung-ujungnya diharapkan siapa pun boleh membangun proyek baru (misalnya proyek gambar/foto Jakarta) sebagai proyek terdaftar di Memory Hunting dan orang tersebut dapat mengelola proyek tersebut, memilih pengikutnya dan memilih gambarnya,” katanya.

Setiap konten yang berasal dari masyarakat tentunya harus melalui seleksi oleh sang pengembang. Hal ini dimaksudkan agar setiap foto yang masuk sesuai dengan konteks dan konten yang ditayangkan.

“Sejauh ini belum terwujud dan perlu beberapa proses lagi, namun kita berniat menyediakan tim editor yang memilih konten yang berasal dari masyarakat,” jelasnya.

Dia juga menambahkan, untuk sementara waktu, masyarakat hanya dapat berbagi foto dan penjelasannya (caption), belum sampai tahapan di mana masyarakat dapat melengkapi konten dalam bentuk teks atau tulisan.

Aplikasi Menjejaki Kenangan ini dikembangkan juga untuk beberapa wilayah di Jepang, seperti Tokyo dan Kyoto yang dapat digunakan sebagai pemandu wisata virtual. Proses pengembangannya sendiri memakan waktu hampir dua tahun sampai dirilis di akhir tahun 2014 lalu.

Saat ini, aplikasi Menjejaki Kenangan maupun Aceh Tsunami Mobile Museum hanya dapat digunakan melalui sistem operasi Andorid. Ke depannya baru akan dikembangkan agar tersedia di iOS.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline