Sumenep - Masyarakat Pasongsongan menggelar tradisi "Rokat Tase" yang selalu mereka adakan setiap tahun sebagai bentuk rasa syukur dan terima kasih mereka kepada yang Maha Kuasa atas berlimpahnya kekayaan laut Madura terutama di daerah Pasongsongan. Rokat Tase atau Petik Laut ini dilaksanakan pada tanggal 29 - 30 Juni 2021 di Pelabuhan Pasongsongan, Sumenep, Jawa Timur.
Petik Laut atau Rokat Tase ini biasanya dilakukan selama beberapa hari dengan berbagai rangkaian acara yang memang sudah turun temurun. Pada hari pertama yakni malam hari biasanya diadakan acara Pengajian lalu keesokan harinya di lanjutkan dengan pengarungan rampatan atau sesajen yang di letakkan dalam perahu kecil yang berisi bermacam buah-buahan, ayam hidup, dupa, sesajen lain dan kepala kambing yang di letakkan di pojokan pantai yang dikaitkan pada seporos bambu. Lalu hari berikutnya ada penampilan tradisional Madura yakni Sape Sono' yang diiringi dengan tari Tandha' dan topeng dalang. Lalu dilanjutkan dengan pertujukan Ludruk di hari berikutnya dan Pengajian umum pada pagi harinya.
Akan tetapi, pada pelaksanaan Rokat Tase tahun ini hanya dapat dilakukan selama 2 hari karena harus di hentikan mengingat kondisi pandemi saat ini yang tidak memungkinkan untuk mengadakan acara kerumunan.
"Tentu acara Rokat Tase ini sangat bagus ya karena mengingat ini memang sudah menjadi tradisi di pulau Madura dan harus tetap dilestarikan dan kita laksanakan. Selain itu, tradisi ini juga sangat menghibur dan memang biasanya banyak di nantikan oleh masyarakat. Tetapi, jika dalam kondisi pada saat ini memang alangkah lebih baik di hentikan untuk saling menjaga kondisi kita" ujar Yana, salah satu masyarakat Pasongsongan.
Masyarakat percaya bahwa dengan di adakannya Rokat Tase ini dapat menghindarkan Malapetaka dan memperoleh berkah pada saat mencari nafkah di laut. Biaya Rokat Tase ini di dapat dari iuran para nelayan. Biasanya untuk nelayan yang memiliki banyak perahu dikenakan biaya sekitar 250-500 ribu dan untuk nelayan yang memiliki perahu kecil biasanya dikenakan biaya 100 ribu.
"Ya semoga tahun depan kondisi bumi kita membaik sehingga bisa melaksanakan tradisi ini dengan baik dan lancar di tahun yang akan datang" kata Yana.
Memiliki pekerjaan sebagai Nelayan bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan dan tentunya sangat beresiko. Oleh karena itu, para Nelayan merasa harus menjalin hubungan yang baik pula dengan alam dan pencipta-Nya agar dapat memperoleh keselamatan dalam mencari kehidupan di laut.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H