Lihat ke Halaman Asli

Nurul Izza Al Aslamiyah

Universitas Muhammadiyah Malang (Sosiologi)

Stigma Masyarakat terhadap KDRT dan Cara Mengatasinya

Diperbarui: 30 Juni 2021   14:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Sejak manusia dilahirkan di dunia tentunya mempunyai kecenderungan untuk dapat hidup bersama dengan manusia lainnya dalam suatu  pergaulan. Dapat hidup  bersama antara perempuan dengan laki laki melalui ikatan perkawinan untuk membentuk  sebuah rumah tangga. Tentunya semua orang menginginkan sebuah rumah tangga yang harmonis sehingga membuatnya nyaman ada di dalamnya. Maka sebenarnya rumah tangga merupakan tempat berlindung bagi seluruh anggota keluarga. Namun kenyataannya banyak kasus saat ini dimana keluarga bisa menjadi tempat penderitaan dan penyiksaan karena adanya suatu permasalahan rumah tangga yang tidak dapat diselesaikan dengan  cara yang kurang beretika, salah satunya dengan tindakan kekerasan (KDRT).

Namun beberapa masyarakat mencoba untuk membenarkan penggunaan kekerasan fisik terhadap perempuan. Dimana mereka berpendapat bahwa " menurut budaya lokal dan agama, kepala rumah tangga harus bertanggung jawab untuk mendidik  keluarganya dengan sedemikian rupa sehingga bentuk kekerasan fisik terhadap perempuan dianggap hal yang biasa saja".

Hal ini tentunya menganggap kekerasan fisik sering dibenarkan sebagai alasan untuk mendisiplinkan atau mendidik. Retorika atau pemikiran seperti ini tentunya meminimalkan keseriusan kekerasan dan malah menyalahkan korban sebagai penyebab atas tindak kekerasan. Kemudian membuat pernyataan seperti istri saya tidak memenuhi kewajiban dalam mengurus rumah tangganya ataupun istri saya tidak mendengarkan dan menghargai saya. Pandangan pandangan seperti ini sering berasal dari salah tafsir yang dipengaruhi oleh doktrin patriarkis.

Hal tersebut tentunya memberikan dampak bagi korban KDRT yaitu tidak hanya terluka secara fisik, tapi juga secara mental. Secara fisik korban KDRT ini dapat mengalami cedera yang serius seperti, cacat bahkan kehilangan nyawa. Sedangkan dampak psikis KDRT yang terjadi adalah stres, mengalami gangguan kesehatan mental, trauma, depresi, insomnia, hingga dapat mengakibatkan gangguan jiwa.

Tentunya tidak hanya para istri saja yang berdampak langsung dari KDRT. Tetapi anak-anak yang menyaksikan kekerasan itu juga berdampak di kehidupanya. Perlu tenaga ekstra untuk mengatasi permasalahan KDRT, apalagi kondisi ini telah berlangsung lama didalam kehidupan masyarakat.  

Berikut ini ada beberapa hal yang bisa dilakukan oleh korban KDRT untuk membebaskan diri atau menghadapi permasalahan kDRT :
1. Menyikapi Permasalahan KDRT Dengan Tegas
Anda sebagai korban KDRT jangan pernah sekalipun mentolerir  atau menganggap remeh kDRT  dengan membiarkannya saja dan tidak melakukan apapun. Ingat kamu merupakan pasangannya yang layak untuk diperlakukan secara terhormat dan tentunya dihargai. Jika telah menyikapinya dengan tegas dan hal ini tidak  berhasil, jangan pernah takut untuk melakukan pertahanan diri dengan melawan.
2. Minta Dukungan dari Kerabat atau Sahabat
Ceritakan bentuk KDRT yang sering kamu dapatkan dari pasangaanmu pada keluarga atau sahabat terdekat yang dapat  kamu percayai. Bercerita tentunya dapat membantu meringankan rasa sedihmu, sehingga kamu dapat terhindar dari stres. Anggota keluarga serta  sahabat terdekat telah mengetahui permasalahanmu tentunya  ikut mencarikan solusi, bahkan ikut menolongmu agar kamu tetap merasa aman.
3. Rencanakan Sebuah Tindakan Keselamatan Ketika Terjadinya KDRT
 Jika cara pertama tidak berhasil dan KDRTpun masih terjadi dan semakin parah maka kamu dapat melakukan beberapa hal:
1. Kumpulkan beberapa bukti kekerasan fisik, seperti hasil visum,rekamman video atau suara,serta catatan tanggal peristiwa KDRT.
2. Hubungi Komisi Perlindungan Perempuan untuk meminta sebuah pertolongan.
3. Jika permasalahan KDRT kamu telah mengancam nyawa, kemasi barang-barang berharga milikmu, kemudian bawa anak-anak untuk meninggalkan rumah.
Lapor polisi agar kamu mendapatkan perlindungan secara hukum.

          Pikirkanlah tentang bagaimana kelanjutan rumah tanggamu dan pasanganmu  dengan mempertimbangkan keselamatanmu serta kondisi mental kamu dan anak anakmu.  Jika tidak dapat  mempertahankanya, maka meninggalkannya adalah cara yang paling tepat.

Terimakasih, Semoga dapat  bermanfaat :)

Daftar Pustaka :
Gultom, Maidin. 2014. Perlindungan Hukum terhadap Anak dan Perempuan. Bandung: Refika Aditama.
Saraswati, Rika. 2009. Perempuan Dan Penyelesaian Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Bandung: PT Citra Aditya  Bakti.
Kementerian Hukum dan HAM. Diakses 2020 Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) : Persoalan Privat Yang Jadi Persoalan Publik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline