Lihat ke Halaman Asli

Pentingnya Sanksi dalam Menegakkan Integritas Profesi Advokat Terhadap Pelanggaran Kerahasiaan Klien

Diperbarui: 29 November 2024   07:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Profesi advokat mengandung kemandirian dan kebebasan yang harus senantiasa diimbangi dengan tanggung jawab, baik oleh individu advokat maupun oleh organisasi profesi yang menaunginya. Ketentuan ini sejalan dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat, yang memberikan pedoman kepada advokat dalam menjalankan tugasnya dengan menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan dan penegakan hukum. Sebagai profesi yang dilindungi secara hukum, advokat memiliki kewajiban moral dan hukum untuk melindungi privasi klien mereka. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 19 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat, yang secara tegas melarang advokat mengungkapkan informasi klien selama kasusnya masih dalam proses peradilan. Advokat wajib menjaga kerahasiaan informasi yang diberikan oleh klien dan tidak dapat menggunakan informasi tersebut untuk merugikan kepentingan klien atau untuk keuntungan pribadi maupun pihak lain. Namun, meskipun kewajiban tersebut jelas, dalam praktiknya terdapat beberapa kasus di mana kewajiban ini dilanggar, termasuk pengungkapan rahasia klien yang seharusnya tetap dirahasiakan.

Hak untuk menjaga kerahasiaan klien merupakan salah satu pilar utama dalam praktik profesi advokat, yang tercermin dalam berbagai ketentuan kode etik dan hukum. Kerahasiaan ini tidak hanya dilindungi oleh hukum, tetapi juga dianggap sebagai tanggung jawab moral yang tidak bisa diabaikan. Menurut teori nisbi/relatif, hanya kerahasiaan yang memenuhi kriteria tertentu yang dapat dilindungi, dengan syarat-syarat sebagai berikut :

  • Klien atau pembela akan menganggap informasi rahasia tersebut penting dan krusial.
  • Rahasia tersebut belum pernah diungkapkan secara luas kepada publik. Jika advokat telah mengungkapkan rahasia tersebut kepada orang lain, atau jika rahasia tersebut telah diumumkan kepada publik tetapi tidak dibagikan secara luas.
  • Rahasia tersebut bukanlah informasi yang memang tersedia untuk publik (publik information). 
  • Rahasia yang jika diungkapkan akan menimbulkan rasa malu pada Advokat atau pihak-pihak lainnya.
  • Rahasia yang jika diungkapkan akan merugikan kepentingan kliennya. 
  • Rahasia yang jika diungkapkan akan mempersulit advokat terhadap pembelaan kliennya.
  • Kerahasiaan yang jika diungkapkan dapat mengakibatkan klien tidak lagi memberikan informasi kepada advokat. Akibatnya, advokat akan mengalami kesulitan dalam menyampaikan pembelaannya.
  • Informasi tersebut sensitif dan/atau sangat penting bagi klien.
  • Apabila rahasia tersebut dipublish, maka akan menimbulkan kemarahan, keresahan, atau sentimen publik yang merugikan kepentingan klien dan/atau pembela.
  • Baik secara eksplisit maupun implisit, klien tidak memberikan izin untuk pengungkapan rahasia tersebut.

Pembocoran rahasia klien merupakan pelanggaran serius yang melanggar prinsip dasar hubungan kepercayaan antara klien dan advokat. Selain melanggar kode etik profesi, advokat yang membocorkan informasi pribadi klien tanpa izin juga merusak integritas sistem peradilan serta kepercayaan publik. Sehingga, pembocoran semacam ini dapat menimbulkan akibat yang sangat merugikan, baik bagi klien maupun bagi profesionalisme advokat itu sendiri. Dalam banyak hal, kerahasiaan klien sering kali digunakan untuk melindungi hak-hak mereka dalam proses hukum yang adil. Oleh karena itu, mengungkapkan informasi yang seharusnya dirahasiakan dapat berdampak signifikan terhadap kasus yang bersangkutan, baik terhadap dinamika antara klien dan advokat, maupun terhadap keadilan sistem hukum secara keseluruhan.

Dalam praktiknya, para advokat memiliki kemampuan untuk berkomunikasi dengan PERADI dan melaporkan jika ada indikasi pelanggaran kode etik profesi. Selanjutnya, jika dalam sidang kode etik terbukti bahwa advokat tersebut telah melanggar salah satu aturan dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat, maka sanksi atas pelanggaran tersebut dapat diterapkan, khususnya berupa :

  • Teguran;
  • Peringatan;
  • Peringatan keras;
  • Pemberhentian sementara untuk waktu tertentu;
  • Pemberhentian selamanya; dan
  • Pemecatan dari keanggotaan organisasi profesi.

Sedangkan menurut Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat, hukuman atau sanksi yang dijatuhkan kepada advokat dapat berupa :

  • Teguran lisan;
  • Teguran tertulis;
  • Pemberhentian sementara dari profesinya selama 3 sampai 12 bulan; dan
  • Pemberhentian tetap dari profesinya.

Selain itu, pelanggaran terhadap ketentuan ini juga dapat dikenakan sanksi pidana berdasarkan Pasal 322 ayat (1) KUHP yang berbunyi, "Barangsiapa dengan sengaja membuka rahasia yang wajib disimpannya karena jabatan atau pencariannya, baik yang sekarang, maupun yang dahulu, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau denda paling banyak enam ratus rupiah".

Rahasia klien yang terungkap karena pelanggaran kode etik advokat harus dihukum sesuai dengan tingkat keseriusan pelanggaran dan konsekuensinya. Pemecatan sementara atau permanen harus menjadi salah satu sanksi yang dijatuhkan jika terbukti bahwa pelanggaran tersebut menyebabkan kerugian materiil maupun immateriil bagi klien. Hal ini bertujuan untuk menjaga integritas profesi advokat, yang terkait dengan pelanggaran hukum dan prinsip-prinsip moralitas profesi, dan untuk memberikan efek jera. Oleh karena itu, untuk melindungi hak-hak klien dan menjamin bahwa para advokat menjalankan profesinya dengan integritas dan menjunjung tinggi kehormatan, kejujuran, dan kerahasiaan, Dewan Kehormatan Advokat harus mengambil tindakan tegas terhadap setiap pelanggaran tersebut. Sanksi yang diberikan juga tidak hanya berfungsi sebagai pembinaan bagi advokat yang melanggar, tetapi juga sebagai perlindungan hukum bagi klien yang dirugikan. Sanksi-sanksi ini dimaksudkan untuk melindungi kepentingan hukum klien sekaligus menjaga kehormatan advokat sebagai profesi yang mulia (officium nobile). Dengan adanya sistem pengawasan dan sanksi yang ketat, diharapkan para advokat dapat menjalankan praktik hukum yang berintegritas dan menjaga nilai-nilai dasar kehormatan, kejujuran, dan kerahasiaan.

Secara keseluruhan, salah satu langkah penting dalam menjaga integritas profesional adalah pengenaan hukuman yang sesuai dan efektif untuk pelanggaran yang dilakukan advokat. Para advokat perlu menyadari bahwa melindungi privasi klien adalah kewajiban moral dan hukum yang tidak dapat dihindari. Profesi advokat dapat terus beroperasi dengan kejujuran dan profesionalisme dan menawarkan layanan hukum terbaik kepada masyarakat dengan pengawasan yang ketat dan hukuman yang sesuai. Selain melindungi hak-hak klien, hal ini juga akan meningkatkan sistem hukum Indonesia yang adil dan dapat dipercaya. Namun, untuk mencapai hal ini, penegakan hukum yang tegas terhadap pelanggaran profesi advokat harus senantiasa diperkuat, dengan menjadikan pengawasan dan sanksi sebagai bagian integral dari sistem peradilan yang lebih luas. Tanpa adanya konsekuensi hukum yang jelas dan tanpa toleransi terhadap pelanggaran, profesionalisme di bidang hukum akan terus terancam, dan kepercayaan masyarakat terhadap institusi hukum Indonesia akan semakin memudar. Oleh karena itu, sudah saatnya bagi seluruh pihak yang terlibat dalam praktik hukum untuk menjunjung tinggi prinsip transparansi, akuntabilitas, dan etika dalam setiap langkah yang diambil. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline