Lihat ke Halaman Asli

Diluar Rencana

Diperbarui: 24 Juni 2015   03:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Pagi yang indah, kususuri jalan berkerikil dengan sepeda mini tua yang aku sewa dari bapak marto, cukup dengan limaribu rupiah aku bisa menikmati keindahan desa wonosari,suasana kampung yang bersahabat serta pemandangan indah yang langka untuk dinikmati, tapi sekarang telah ada didepanku. Sejauh mata memandang terlihat dari jauh hamparan sawah yang menguning pertanda siap untuk dipanen. Eittt,,,,,,,,,,, tapi setelah kuamati lebih dekat, ternyata dugaanku salah, padi yang nampak menguning tadi rupanya agak berwarna bintik kehitaman, sungguh sayang sekali, celotahku dalam hati.
Sekitar beberapa meter dari tempatku, terlihat ibu sumiati warga kampung wonosari yang rumahnya berada didekat penginapanku,. Beliau sibuk menenteng ember berisi air yang diambil dari sungai didekat sawah miliknya. Tanpa ragu, kemudian aku mulai menghampiri dan menyapanya.
“assalamulaikum buk, sedang apa ini”
“waalaikum salam ndhuk, hehe ya ini biasa ndhuk lagi menyibukkan diri.” jawabnya
“oh iya buk, padinya dari tadi saya amati kok sedikit berwarna hitam njeh, memangnya ada apa ya kira-kira.
“Ya beginilah nduk nasib petani kalau padinya diserang penyakit, Cuma bisa ngelus dodo.”, ungkap ibu sumiati dengan penuh kecewa
“ loh la apa buk penyebabanya kok bisa keserang penyakit, tanyaku dengan penuh selidik
“ya itu penyebabnya sejak ada pabrik besar didekat sawah penduduk itu lo nduk, soalnya dulu subur-subur saja sebelum ada pabrik itu, tapi sekarang malah jadi malapetaka, jawab bu sumiati.
“lalu apakah tidak ada penanganan dari pemerintah setempat to buk,” sahutku
“Alah-alah nduk pemerintah sekarang sudah ndak pernah berkomentar untuk masalah  yang mereka anggap remeh seperti ini, mereka malah sibuk ngimpor pdi dari luar. Terdengar seruan ibu sumiati,, .
Sementara aku sibuk mencatat hal penting yang sekiranya menarik untuk ditulis. Desa wonosari  adalah sebuah kampung kecil yang indah serta  penuh dengan berbagai macam tumbuhan lokal seperti padi,palawija, ketela, singkong dan berbagai tanaman lainya. Mereka tumbuh subur didataran rendah tersebut. Tapi sayangnya padi yang ditanam oleh penduduk setempat seringkali bermasalah, bagaimana tidak tanah subur yang dulunya terhampar berhektar-hektar sawah kini sebagaian besar harus berganti menjadi bangunan pabrik besar yang sesekali terlihat asap mengepul diatas cerobong asap.
Tanah luas yang dulunya terdiri atas lahan pertanian itu kini sebagian besar tekah  menjadi pabrik besar LPG. warga seringkali resah karena udara kotor dan bau  yang bersumber dari kepulan asap pabrik tersebut, sehingga seringkali mengakibatkan aktivitas warga terganggu.
Setelah beberapa bulan merasa resah, warga memutuskan untuk melakukan pertemuan dengan pihak pabrik. Pukul 20.00 rapat pun digelar dan dihadiri oleh perangkat  desa dan jajaranya, setelah menunggu sekitar 15 menit, akhirnya 3 orang perwakilan dari pihak pabrik pun datang. Terlihat wajah mereka yang sumringah sambil menjabat tangan dengan para petinggi kampung. .
“Assalamualaikum wr wb, lantunan suara salam kemudian memecahkan keheningan pertemuan dimalam itu.
Rupanya mas sukarso yang menjadi moderator sekaligus pembuka acara tersebut.
“baiklah saudara, langsung  saja acara pda malam hari mari kita buka dengan bacaan bismillah “ sambung mas sukarso
Acarapun dimulai dengan penjabaran masalah yang dirasakan oleh warga kepada pihak pabrik, dengan memaparkan keluhan-keluhan yang dirasakan warga, pemaparan ini disampaikan oleh kepala desa bapak sunaryo.
Terus terang kami warga merasa resah karena adanya pabrik yang sering mengganggu aktivitas warga, untuk itu perlu kiranya untuk ditinjau ulang, “papar pak sunaryo.
Kemudian kesempatan yang kedua diberikan kepada pihak pabrik,
“saya kira dari dulu pihak kami telah melakukan perundingan dengan warga tentang hal ini, dan warga pun telah  setuju akan hal tersebut.  Jawab pihak pabrik dengan nada lantang
Suasana perdebatan pun semakin panas,tiba-tiba datanglah seorang pria separuh tua berpakain lusuh , rambutnya pun terlihat berantakan dan tak terurus, kemudian dia berjalan dengan terseok-seok menuju ruangan sidang, sungguh pemandangan yang berbeda bila dibandingkan dengan para petinggi desa yang hadir, sehingga  membuat para hadirin sedikit risih untuk melihatnya. Tiba-tiba  orang tersebut memasuki ruangan dan angkat bicara.
“ sebelumnya saya mohon maaf kepada bapak ibu sekalian yang hadir disini, saya adalah bapak parmin, bukanya saya ingin ikut campur, tapi perlu kiranya bapak/ibu ketahui bahwa saya adalah saksi daripada pengadaan pabrik LPG tersebut.” Ungkap mbah parmin.
Setelah mendengar pengakuan dari pak parmin, peserta pun terdiam. Sekilas terlihat dari wajah mereka yang tidak percaya karena penampilab mbah parmin yang tidak meyakinkan, sehingga suasana menjadi  ribut. Memang benar jika dilihat dari penampilanya sungguh sangat memprihatinkan. Mbah  parmin keseharianya bekerja disawah dan diladang, usianya memang sudah sangat tua, tapi hmba parmin jarang sekali dikenal oleh para penduduk desa, karena beliau adalah seseorang yang sangat tertutup.
Tanpa menunggu dan mendengarkan penjelasan mbah parmin secara lebih detail, Kemudian salah satu dari mereka, pak dodi angkat bicara.
Sebelumnya saya mohon maaf mbah , perlu mbah parmin ketahui bahwa ini adalah rapat. jenengan jangan mengada-ngada mbah, kalau mbah parmin tidak tahu duduk permaslahanya, lihat saja penampilan  saja tidak karu-karuan, apalagi mau jadi saksi,  senya urus diri dulu mbah, sahut pak dodi.
Sementara para hadiran hanya tertawa, pertanda dukunganya atas pembicaraan pak dodi.
Dilain pihak mas sukarso selaku moderator, mulai menengahi
“sebentar-sebentar pak dodi, saya kira tidak ada salahnya dan akan lebih bijaksana kalau kita mendengarkan argumen dari mbah parmin terlebih dahulu.”jelas mas sukarso.
Sementara suasana heningpun menyelimuti ruangan yang tidak cukup luas itu. Sekitar beberapa menit hadirin tampak berfikir dan menyutujui pendapat mas sukarso.
“mungkin langsung saja mbah parmin menyampaikan keterangan yanga akn diuraikan tersebut.
Dengan tanpa ragu-ragu akhirnya mbah parmin menceritakan perihal yang terjadi sebenarnya, bahwa sekitar 6 tahun yang lalu pihak perangkat desa telah melakukan perjanjian dengan pihak LPG. Dengan memberikan ganti rugi kepada warga setempat, aakn tetapi setelah 10 terakhir pihak pabrik tidak memberikan hak ganti rugi tersebut kepada warga, sehingga warga diperbolehlkan untuk meminta hak yang telah dijanjikan.
Bersambung..............

Mengenal argumen ad hominen dalam cuplikan cerita




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline