Lihat ke Halaman Asli

Nurul Hidayah

Jejak Pena

Musim Semi di Pelupuk Mata

Diperbarui: 20 Januari 2023   11:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

MUSIM SEMI DI PELUPUK MATA

Nurul Hidayah

Negeri empat musim selalu menyimpan keindahan pada wajah bumi. Terkadang bumi dalam suasana panas yang membakar semangat. 

Di sini semangat kita selalu menggelora, rasa lelah seolah tak pernah singgah, langkah kaki yang enggan berhenti, serta canda tawa yang penuh gairah. Pada suatu masa yang lain daun-daun berguguran luruh ke bumi, semua angan dan mimpi pergi, hilang tak kembali. 

Berguguran semua mimpi pergi tak menyisakan arti. Wajah bumi murung dan berkabung. Semua makhluk yang ramah menjadi marah menahan gigil yang menusuk perih. Suasana yang dahulu cair kini membeku kaku. Tak ada tegur sapa dan semua membisu. Saat harapan mulai patah dan lapuk, musim semi masih menjanjikan bahwa ia akan datang sebentar lagi, mengubah wajah bumi kembali berseri.

 Pergantian musim dan bergulirnya masa menjadi episode kehidupan yang telah dirancang dengan rapi. Ketika semangat kita membara teruslah melangkah dan jangan pernah goyah. 

Setiap manusia pasti pernah menapaki singgasana kejayaan. Entah itu berupa sukses finansial, dikaruniai anak-anak yang cerdas dan lincah, mendapatkan posisi yang bagus di dunia kerja, maupun berada dalam kondisi nyaman tanpa gangguan dan ancaman. 

Saat berada di panggung kejayaan ini terdapat dua jenis kelompok manusia. Kelompok pertama adalah mereka yang mampu memanfaatkan semua potensi yang dimiliki dengan maksimal. 

Kejayaan yang diraih tidak membuat mereka berpuas diri akan tetapi menjadikan mereka semakin giat mengembangkan diri serta meningkatkan kualitas diri. Sedangkan kelompok kedua adalah mereka yang cepat berpuas diri dan sibuk menikmati kejayaan hingga roda kehidupan membawa mereka melintasi titik terendah dalam kehidupan. Mereka mudah goyah dan tergilas masa yang semakin menua.

Ketika musim gugur datang, semua daun jatuh disapu angin, berguguran dan hanya menyisakan ranting-ranting kering yang terus terombang-ambing. 

Pada setiap masa selalu ada yang datang dan pergi. Orang yang sudah sangat kita kenal dan dekat dengan kita tak selamanya ada. Akan ada masanya orang-orang berbaris dalam antrean menanti panggilan pulang. Momentum pulang ke kampung halaman adalah momen yang senantiasa dinanti oleh banyak orang. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline